Jakarta - Kemacetan di Jakarta terparah ke-10 berdasarkan kondisi lalu lintas saat jam sibuk dari 416 kota dan 57 negara di dunia yang disurvei oleh TomTom, 2019.
Picture Story
Begini Potret Jakarta Penyandang Kota Termacet ke-10 Dunia
Begini potret rutinitas kemacetan di Jakarta, Kamis (30/1/2020) sore tepatnya pada jam pulang kantor. Pradita Utama/detikcom.

Jakarta masih masuk dalam daftar kota termacet di dunia. Dalam indeks kota termacet di dunia yang paling baru, Jakarta menduduki posisi ke-10 selama tahun 2019. Pradita Utama/detikcom.
TomTom Traffic Index meliputi 416 kota dari 57 negara di dunia. Dari 10 besar kota termacet di dunia 2019 berdasarkan indeks yang dirilis TomTom, Jakarta masih masuk 10 besar. Jakarta menduduki posisi ke-10 kota termacet di dunia. Pradita Utama/detikcom.
Dalam index kota termacet di dunia tersebut, posisi Jakarta memang turun. Tahun 2018, Jakarta mengisi posisi ketujuh kota termacet di dunia. Pradita Utama/detikcom.
Meski posisinya turun dari urutan 7 menjadi 10, TomTom menilai tidak ada perubahan pada tingkat kemacetan Jakarta. Sama seperti tahun 2018, tingkat kemacetan Jakarta menurut TomTom sebesar 53%. Tingkat kemacetan atau congestion level di sini maksudnya adalah perjalanan di Jakarta membutuhkan waktu 53% lebih lama dibanding kondisi tanpa kemacetan. Pradita Utama/detikcom.
TomTom memulai perhitungan dari waktu perjalanan dalam kondisi normal tanpa kemacetan di setiap segmen jalan di setiap kota di dunia. Itu dilakukan saat situasi jalan tidak terpengaruh oleh kemacetan. Biasanya terjadi pada malam hari, tapi juga bisa terjadi kapan saja. Agung pambudhy/detikcom.
Kemudian, TomTom menganalisis waktu perjalanan sepanjang tahun selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dan membandingkan informasi tersebut dengan lalu lintas normal tanpa kemacetan yang sudah dihitung sebelumnya. Dari situ, tercetuslah selisih waktu perjalanan tambahan di jam-jam tertentu. Agung pambudhy/detikcom.
TomTom menyimpulkan, tingkat kemacetan Jakarta pada 2019 lalu mencapai 53%. Itu artinya waktu perjalanan tambahan adalah 53 persen lebih lama dari perjalanan rata-rata dalam kondisi normal tanpa kemacetan. Waktu rata-rata itu diambil dari setiap kendaraan di seluruh jaringan sepanjang hari. Agung pambudhy/detikcom.
Kemacetan tinggi dan sistem pengelolaan transportasi sangat buruk. Kecepatan peak hour 16 jam/km, commuting time 2-3 jam/trip atau 4-5 jam roundtrip, rasio infrastruktur jalan 6,2 persen dari luas wilayah (idealnya 15 persen). Agung pambudhy/detikcom.
Kemacetan juga membuat komunikasi dan koordinasi antara kementerian/lembaga tidak efektif. Agung pambudhy/detikcom.
Pertumbuhan penduduk di Jakarta sudah tak terkendali, sementara daya dukung tak memadai. Lihat saja jumlah penduduk Jabodetabek saat ini 24.306.673 orang, 10.177.924 orang berada di Jakarta. Kepadatan penduduk di Jakarta sangat tinggi, 15.836 jiwa/km per segi. Rengga Sancaya/detikcom.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, optimistis bila Jakarta, setelah tak lagi menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan, bakal berkembang menjadi kota metropolitan. Jakarta akan lebih terintegrasi dengan seluruh kota yang ada di sekelilingnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Rengga Sancaya/detikcom.
Jakarta ke depan akan lebih bisa fokus menangani berbagai masalah yang terjadi secara bersama-sama dengan daerah penyangga, seperti banjir dan macet yang juga disumbang oleh daerah-daerah itu. Maka, antara Jakarta dan kota sekelilingnya harus didorong untuk membentuk badan usaha bersama, seperti untuk pelayanan transportasi di Jabodetabek. Rengga Sancaya/detikcom.
Pengoperasian transportasi seperti LRT, MRT, KRL, dan lainnya bisa dikelola oleh badan usaha bersama seluruh daerah supaya lebih efisien. Jadi akan terbentuk Kota Konglomerasi yang dibangun atas kerjasama badan usaha antardaerah. Rengga Sancaya/detikcom.
Pemprov DKI Jakarta memperkirakan kerugian yang diakibatkan kemacetan di Jakarta dan sekitarnya meliputi Jabodetabek mencapai Rp 100 triliun per tahun. Grandyos Zafna/detikcom.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan kerugian yang diakibatkan kemacetan meliputi kerugian yang ditanggung dunia usaha, produktivitas tenaga kerja, hingga konsumsi BBM kendaraan. Grandyos Zafna/detikcom.
Kemacetan di jalan pun membuat konsumsi BBM kendaraan menjadi boros, ditambah perawatan kendaraan menjadi lebih besar imbas sering kena macet. Grandyos Zafna/detikcom.
Kemacetan pun membuat orang-orang yang bekerja menjadi terlalu lama di jalan saat berangkat dari rumah ke tempat kerja. Itu bakal mengganggu produktivitas mereka karena kehabisan banyak waktu hingga tenaga. Grandyos Zafna/detikcom.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengungkapkan kerugian yang diakibatkan kemacetan mencapai Rp 100 triliun. Grandyos Zafna/detikcom.
Penyediaan layanan transportasi umum ini harus baik agar orang-orang mau menggunakannya. Grandyos Zafna/detikcom.
Jadi selain membatasi kendaraan pribadi dengan kebijakan yang dikeluarkan, pemerintah pun harus memastikan keandalan transportasi umum di Jakarta. Rifkianto Nugroho/detikcom.
Saat ini transportasi umum yang ada belum begitu memadai sehingga orang masih ragu untuk meninggalkan kendaraan pribadinya. Rifkianto Nugroho/detikcom.
Data TomTom ini dikumpulkan berdasarkan software navigasi dan maps dengan akurasi tinggi. Data ini dipakai untuk memetakan kemacetan secara realtime. Rifkianto Nugroho/detikcom.
Sebagai gambaran, studi ini mengukur ongkos kemacetan dengan memfokuskan pada waktu yang hilang dalam perjalanan seseorang. Kemudian biaya operasional kendaraan dan juga tingkat polusi udara. Informasi tambahan juga dikumpulkan melalui data perjalanan yang diproyeksikan Google Maps. Rifkianto Nugroho/detikcom.
Bagaimana menurut Anda soal mengurai kemacetan di Jakarta. Rifkianto Nugroho/detikcom.
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah
Kenapa Sih STNK Tak Berlaku Selamanya dan Harus Diperpanjang?