Transportasi Publik vs Penjualan Motor di Eropa

Laporan dari Jerman

Transportasi Publik vs Penjualan Motor di Eropa

Ahmad Toriq - detikOto
Jumat, 05 Okt 2018 17:08 WIB
Pengunjung Intermot mencoba moge Honda Africa Twin di Intermot 2018 Foto: Ahmad Toriq
Cologne - Penjualan kendaraan bermotor roda dua di Eropa tidaklah semasif di Asia. Salah satu faktornya adalah fasilitas transportasi yang sudah baik. Hal ini diakui oleh Vice President Honda Deutschland Rudolf Harrer.

Honda, kata Rudolf, terus berupaya meningkatkan minat bermotor di Eropa, terutama bagi anak-anak muda. Berbagai produk penarik minat bermotor diluncurkan, dari yang imut seperti Honda Monkey, berbagai jenis motor commuter hingga fun bike ber-cc besar. Meski upaya itu sudah berbuah positif, kata Rudolf, namun belum lah signifikan. Salah satu faktornya adalah karena sudah baiknya fasilitas transportasi publik di Eropa.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Populasi pengendara motor di Eropa, di Jerman, kian menua. Kami masih berupaya meningkatkan minat anak-anak muda terhadap motor. Tapi seperti Anda tahu di sini transportasi publik sudah sangat baik," ujar Rudolf saat berbincang dengan jurnalis Indonesia di arena Intermot 2018, Cologne, Jerman seperti dilaporkan wartawan detikcom Ahmad Toriq, Jumat (5/10/2018).

Fasilitas transportasi publik di Eropa memang sudah sangat baik. Warga di negara Benua Biru dimanjakan berbagai pilihan transportasi publik, mulai dari trem, subway hingga bus-bus bagus nan segar.

Tak seperti di Indonesia dan sebagian negara Asia, berkomuter dengan motor bukanlah pilihan utama di Eropa. Kebanyakan warga Eropa memilih motor sebagai hobi, bukan kendaraan utama. Mereka paling jalan-jalan naik motor di akhir pekan.



Nah, soal perbaikan transportasi publik versus penjualan motor ini dibahas juga di Indonesia. Namun karena memang di Indonesia infrastruktur transportasi publiknya belum sebaik Eropa, penjualan motor diyakini belum akan terpengaruh banyak, meski pembangunan infrastruktur publik tengah digenjot.

"Untuk di penjualan, barangkali tidak pengaruh besar ya. Tapi pastinya bakal ada perubahan pola berkendara," ucap Sekretaris Jenderal AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia) Hari Budianto, di sela-sela diskusi bertajuk 'Mau Dibawa ke Mana Kendaraan Listrik Indonesia?', yang digelar detikcom bersama CNN Indonesia, di Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018) kemarin.

Perubahan pola berkendara yang dimaksud adalah dari segi jarak tempuh atau kecepatan. "Jika dulu mungkin orang-orang akan langsung menuju tempat kerja menggunakan motor, jika transportasi umum tersebut terjadi, mereka akan lebih memilih memarkirkan motornya di stasiun dan melanjutkan perjalanan dengan LRT atau MRT," terang Hari.

Bicara populasi sepeda motor di Indonesia sendiri, saat ini menurut Hari jumlahnya sudah mencapai 100 juta unit lebih. Masyarakat lebih suka mengendarai motor ke lokasi kerja karena bisa diandalkan meliuk-liuk di tengah padatnya jalanan kota besar seperti Jakarta. Jika nantinya LRT dan MRT sudah bisa beroperasi, tentunya bakal memicu 'migrasi' pengendara roda dua maupun roda empat ke transportasi massal.

Selain giat membangun infrastruktur transportasi umum, pemerintah kini juga tengah menyiapkan pengembangan kendaraan listrik dan hybrid. Sesuai Perpres No 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pada tahun 2025 ditargetkan 2.200 unit produksi untuk kendaraan roda 4 dan 2,1 juta unit untuk kendaraan roda dua. (tor/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads