"Anda perlu ketahui pajak-pajak yang dikenakan pada kendaraan motor, maupun mobil itu 43% (ini buat satu kendaraan dari semua total pajak yang dikenakan-Red), jumlah pajaknya itu jenisnya ada 26 jenis termasuk PPh (Pajak Penghasilan) dan macam-macam," ujar Ketua Umum AISI, Gunadi Sindhuwinata, saat menyampaikan presentasinya, di acara diskusi Perkembangan Industri Otomotif di Indonesia, di Jakarta.
Namun dengan beragam jenis pajak yang ada tersebut, bukan berarti itu hal baik. Justru menurut gunadi hal tersebut harus dibenahi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gunadi menuturkan, seperti memberikan contoh wacana pengenaan denda pada kendaraan yang memiliki kadar CO2 yang tinggi. Seharusnya ini tidak perlu.
"Mengenakan semacam bea, semacam banderol, atas sepeda motor untuk tujuan pengenaan CO2-nya. Jadi semakin banyak CO2 nya akan dikenakan bandrol tadi lebih tinggi. Saya pertanyakan waktu itu buat apa? Gimana dengan 43% yang kita sumbangkan itu? Kemana semua itu. Sebetulnya pajak yang dibayarkan itukan menjadi kapital untuk perbaikan macam-macam lah, baik infrastruktur dan sebagainya, termasuk pengendalian lingkungan begitu," tuturnya.
Gunadi pun merasa bingung dengan hal tersebut. Dan seharusnya pengurangan pajak seperti yang dilakukan pemerintah untuk mobil di segmen Low Cost Green Car (LCGC) tidak perlu di lakukan.
"Saya pikir tujuannya sebetulnya untuk apa? Untuk supaya pemasukan ke pemerintah lebih banyak atau bagaimana begitu. sebaliknya kita tahu LCGC itu PPnBM nya diturunkan, yang sebetulnya menurut saya PPnBM itu biar saja, supaya pemerintah juga punya masukan, karena jika penarikannya dengan cara lain tidak efektif," ungkap Gunadi.
Selain itu Gunadi juga mengatakan, tanpa sistem pajak yang bermacam-macam pun, kendaraan roda dua sudah memiliki peraturan perpajakan maupun biaya-biaya lainnya yang jelas.
"Anda tidak akan dapat STNK (Surat Tanda Naik Kendaraan), kalau semua ini tidak beres. Itu satu-satunya mungkin produk yang paling jelas pungutannya oleh pemerintah adalah kendaraan bermotor. lalu kalau anda sudah bayar semua kewajiban pajak, termasuk kalau CBU (Completly Build Up) dengan bea masuk, ataupun juga itu beurpa barang terurai yang sebagian besar juga dari dalam negri itu sudah jelas semua," tuturnya
"Bea masuk di bayar di depan, kemudian sudah jadi produk, dijual, semua perpajakannya kena. Akhirnya kalau anda mau mendaftarkan, anda harus selesaikan ini semua biar jelas. Jadi dari situlah mendapatkan yang namanya nomor plat itu," pungkasnya. (khi/lth)












































Komentar Terbanyak
Warga Rela Antre Panjang di SPBU Swasta, Ketimbang Isi Pertalite Was-was Brebet
Wuling Darion Meluncur di Indonesia: Ada EV dan PHEV, Harga Mulai Rp 356 Juta
Viral Bocah 9 Tahun di Makassar Dapat Hadiah Ultah Lamborghini Revuelto Rp 23 M