Pasar mobil di ASEAN memasuki era baru saat Malaysia melampaui penjualan di Indonesia untuk pertama kalinya. Penjualan mobil di Indonesia memang tengah merosot.
Merosotnya pasar roda empat di Tanah Air juga ternyata berdampak di pasar regional. Ya, untuk pertama kalinya, Indonesia yang biasanya menjadi raja otomotif di pasar ASEAN kini dikalahkan Malaysia untuk periode kuartal kedua tahun 2025.
Dilaporkan Nikkei Asia, di tengah ketidakpastian ekonomi di kawasan ASEAN, merek mobil lokal Malaysia yakni Perodua dan Proton berhasil tetap memimpin pasar. Pangsa pasarnya mencapai 63 persen pada paruh pertama tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Model populer seperti Perodua Alza dan Proton Saga mendominasi penjualan dan bersaing dengan Toyota Vios dan Honda City. Peningkatan penjualan mobil di negeri jiran itu juga disokong dengan kenaikan popularitas mobil listrik dan mobil hybrid. Secara keseluruhan pada kuartal kedua tahun 2025, Malaysia mencatat angka penjualan sebanyak 183.366 unit.
Di Indonesia, meski memiliki populasi yang besar, nyatanya sektor otomotifnya tengah menderita. Penjualan mobil pada Juni turun 21 persen, merosot signifikan sejak Maret 2024. Pada kuartal kedua, penjualan mobil di Indonesia hanya mencapai 169.578 unit. Jumlahnya kalah banyak dibandingkan dengan penjualan di Malaysia untuk periode yang sama.
Penurunan ini didasari melemahnya daya beli kelas menengah dan kredit yang makin ketat. Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan kontraksi signifikan pada kelas menengah, turun dari 21,4 persen populasi pada 2019 menjadi hanya 17,1 persen pada 2024.
Perubahan ini tak hanya berdampak pada industri otomotif tapi juga berbagai sektor lain yang biasanya didominasi kelas menengah.
Penjualan Mobil di Indonesia Merosot Tajam
Merujuk pada data penjualan mobil yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), selama semester satu tahun 2025, penjualan mobil di Tanah Air turun 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Angka penurunannya mencapai sekitar 35.280 unit secara wholesales. Sementara penurunan secara retail lebih signifikan yakni sekitar 9,7 persen atau sebesar 41.986 unit. Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengungkap penurunan ini dilandasi faktor ekonomi dan daya beli masyarakat yang merosot. Ini kata Nangoi juga menjadi sinyal kondisi perekonomian Indonesia memang tak baik-baik saja.
"Jadi faktor yg menentukan itu ekonomi agak susah, dunia tidak baik-baik, Indonesia juga ikut tidak baik-baik kalau Anda lihat. Daya beli menurun, ekonomi terganggu gara-gara yang namanya ada peperangan di Eropa, di Timur Tengah, ada (kebijakan tarif) Trump," ungkap Nangoi belum lama ini.
Kondisi tersebut membuat masyarakat menahan untuk membelanjakan uangnya, termasuk untuk membeli kendaraan. Kendati demikian, meski kondisinya tak baik-baik saja, kebutuhan kendaraan diyakini masih tetap ada.
"Semuanya menahan, bukan nggak ada uang, uang ada, masih menahan dulu karena mereka prioritas bisa diubah dan segala macam," jelas Nangoi.
Saksikan Live DetikPagi :
(dry/din)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Parkir Kendaraan di Jakarta Bakal Dibikin Mahal!
Konvoi Moge Terobos Jalur Busway Ditilang Semua, Segini Besar Dendanya