Penjualan Lesu-Kelas Menengah Turun, Pabrikan Diminta Jangan Ambil Untung Kebanyakan

Penjualan Lesu-Kelas Menengah Turun, Pabrikan Diminta Jangan Ambil Untung Kebanyakan

Ridwan Arifin - detikOto
Jumat, 17 Jan 2025 14:11 WIB
Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) resmi digelar mulai 22 November-1 Desember 2024. Begini suasana pameran otomotif yang berlangsung di ICE BSD, Tangerang tersebut.
Pameran otomotif Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Ekonom Senior Raden Pardede mengungkapkan penyebab otomotif stagnan dalam 10 tahun terakhir, bahkan terus turun tidak bisa tembus satu juta unit. Salah satu penyebabnya adalah jumlah kelas menengah yang turun.

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir, proporsinya menjadi hanya 47,85 juta. Kini, proporsinya hanya 17,13% dari total populasi, turun dari 21,45% pada lima tahun silam. Padahal, proporsi kelas menengah diharapkan mencapai sekitar 70% dari total populasi pada 2045.

"Daya beli yang utama kalau kita lihat lebih lanjut, kemampuan dari kelas menengah kita. Kalau teman-teman melihat apa yang dilaporkan BPS dari 2019-2024. Di mana jumlah kelas menengah kita berkurang," kata Raden dalam Forum Wartawan Industri (Forwin) "Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah" di Jakarta, Selasa (14/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyusutnya penjualan mobil itu juga disebabkan kelas menengah turun. Pemberian insentif untuk mendongkrak daya beli sifatnya hanya sementara.

"Kata kunci adalah kelas menengah," kata Raden.

ADVERTISEMENT

"Masa depan industri otomotif Indonesia secara keseluruhan potensinya sangat luar biasa kalau kita bisa mencapai visi 2045 dengan kelas menengah yang sama. That's the key poin," tambahnya lagi.

PPN menjadi 12% dinilai akan semakin menghantam kelas menengah di Indonesia. Kenaikan PPN meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan.

Belum lagi pungutan opsen pajak yang berlaku 2025. Meskipun saat ini beberapa daerah melakukan relaksasi berupa potongan diskon pajak kendaraan bermotor (PKB).

"Insentif boleh-boleh saja, semua insentif itu bersifat sementara. Sebetulnya yang utama daya beli." kata Raden.

Raden juga berpesan agar pabrikan tidak mengambil keuntungan yang banyak saat terjadinya pelemahan daya beli.

"Di samping itu, jangan pula pengusaha dalam situasi sekarang ini mengambil margin terlalu banyak. Keseimbangan itu yang harus diperhatikan," kata dia.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengungkapkan penyebab harga mobil di Indonesia yang semakin tidak terjangkau juga dikarenakan kenaikan pendapatan masyarakat tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat.

"Harga mobil kita itu naiknya rata-rata 7,5 persen per tahun. Sementara income masyarakat kelas menengah tadi, naiknya di batasan inflasi 3 persen. Jadi (kondisinya) makin lama, kayak mulut buaya, nganga terus. Nggak mampu beli mobil," jelas Kukuh.

Berdasarkan dinamika yang bakal terjadi saat ini, Gaikindo memproyeksikan target penjualan mobil di Indonesia belum tembus satu juta unit.

"Kita belum duduk bareng (penetapan target 2025), belum menghitung secara rinci, kalau tahun kemarin saja, tidak ada opsen kita satu juta saja tidak dapat. Tahun ini kita harapkan dengan model baru, dan sebagainya, dan perkembangannya ada opsen yang ditunda, kita kalau mau optimis di 900-an (ribuan)," kata Kukuh.




(riar/dry)

Hide Ads