Kendaraan listrik bertenaga baterai disebut tak sepenuhnya bebas emisi. Lalu dari mana asal emisi pada kendaraan listrik?
Kendaraan listrik listrik digadang-gadang menjadi kendaraan masa depan. Salah satu faktor utamanya adalah kendaraan listrik tak menghasilkan emisi sehingga lebih ramah buat lingkungan. Dalam pengoperasiannya, kendaraan listrik memang tak menghasilkan emisi. Namun demikian, dalam proses produksi baterai kendaraan listrik itulah yang menghasilkan emis karbon.
Dikutip laman resmi Kementerian Perindustrian, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membeberkan berdasarkan studi Polestar dan Rivian tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik yang dilaporkan pada Polestar and Rivian Pathway Report (2023), selama siklus hidupnya, emisi yang dihasilkan kendaraan listrik rendah yaitu 39tonnes of carbon dioxide equivalent(tCO2e). Emisi itu jauh lebih rendah dari kendaraan elektrifikasi jenis hybrid sebesar 47 tCO2e, dan kendaraan konvensional atau Internal Combustion Engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Life Cycle Emissions menunjukkan jumlah total gas rumah kaca dan partikel yang dikeluarkan selama siklus hidup kendaraan mulai dari produksi hingga penggunaan dan pembuangan (disposal). Tingginya Life Cycle Emissions kendaraan konvensional dan kendaraan listrik hybrid terutama berasal dari faktor emisi gas buang saat pemakaian (tailpipe emissions), masing-masing sebesar 32 tCO2e (57%) dan 24 tCO2e (51%). Sedangkan, pada kendaraan listrik, faktor produksi energi listrik menjadi faktor utama penghasil emisi, yaitu 26 tCO2e (66.7%).
Emisi karbon juga terdapat pada produksi baterai BEV (Battery Electric Vehicle) dan kendaraan listrik hybrid, masing-masing 5 tCO2e dan 1 tCO2e. Produksi baterai dan komponen lainnya tersebut memerlukan mineral tambang dan energi yang signifikan. Namun demikian, saat ini telah berkembang inovasi dan perbaikan dalam rantai pasok baterai dan teknologi pengemasan untuk mengurangi dampak ini.
Selama pemakaian, kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi gas buang karena menggunakan motor listrik dan baterai sebagai penggeraknya. Sedangkan kendaraan konvensional menghasilkan emisi langsung dari proses pembakaran BBM tergantung pada jenis dan kualitas bahan bakar yang digunakan (misalnya, bensin atau diesel) dan efisiensi mesin.
Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan listrik saat periode pemeliharaan juga lebih rendah karena mengkonsumsi energi lebih sedikit serta kurangnya komponen mekanis yang kompleks seperti transmisi. Sedangkan kendaraan elektrifikasi jenis hybrid dan kendaraan konvensional melibatkan penggunaan material dan energi yang lebih besar, serta penggantian suku cadang yang lebih banyak.
Ketika masa pakai berakhir atau di tahap deponi dan daur ulang, kedua jenis kendaraan akan menghasilkan limbah. Kendaraan elektrifikasi hybrid dan konvensional menghasilkan limbah dari oli mesin dan komponen lainnya. Sementara itu, baterai bekas kendaraan listrik BEV dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder. Emisi yang dihasilkan saat produksi baterai kendaraan listrik itu bisa ditekan bila energi yang digunakan lebih ramah lingkungan.
"Sehingga, harapannya dekarbonisasi sektor kelistrikan dapat membantu mengurangi penggunaan fase emisi pada BEV," terang Agus.
(dry/din)
Komentar Terbanyak
Punya Duit Rp 190 Jutaan: Pilih BYD Atto 1, Agya, Brio Satya, atau Ayla?
Parkir Kendaraan di Jakarta Bakal Dibikin Mahal!
Banyak Beredar di Jalan Raya, Emang Boleh Motor Tak Pakai Pelat Belakang?