Toyota: Mengekspor Mobil Itu Tidak Mudah

Toyota: Mengekspor Mobil Itu Tidak Mudah

- detikOto
Jumat, 20 Jun 2014 13:01 WIB
Jakarta - Toyota Indonesia pertama kali melakukan ekspor kendaraan utuh pada tahun 1987. Saat itu Kijang Super atau Kijang generasi ke-3 menjadi model ekspor Toyota yang dikirimkan ke beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik.

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Warih Andang Tjahjono mengakui, tantangan untuk meningkatkan ekspor itu tidak mudah. Selain menuntut standar kualitas yang tinggi, upaya peningkatan ekspor juga sangat tergantung pada kondisi perekonomian negara tujuan.

"Karena itu kami terus berupaya mempeluas pasar agar mempunyai alternatif pasar yang lebih beragam sehingga risiko perkembangan kondisi perekonomian suatu negara tujuan kurang menguntungkan tidak begitu berdampak pada pencapaian target ekspor kami," papar Warih di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Sunter Plant 1, Jakarta, Jumat (20/6/2014).

Selain itu, tantangan yang tidak kalah beratnya adalah penanganan di area logistik. Menggenjot volume ekspor lebih lanjut, tidak dapat terwujud tanpa dukungan infrastruktur dalam negeri yang memadai seperti jalan, pelabuhan dan sebagainya.

Ini tidak hanya terkait pada ketepatan waktu pengiriman, tapi juga terkait dengan kondisi alam dan iklim. Mengantar produk sampai ke negara tujuan dengan aman juga membutuhkan perhatian ekstra.

"Seperti ekspor mesin TR dari TMMIN ke Kazakhastan, itu perlu penanganan khusus karena iklim dan moda transportasinya yang jauh berbeda dengan negara tujuan ekspor lainnya selama ini," bebernya.

Untuk dapat mencapai Kazakastan lanjut Warih, mesin buatan TMMIN harus menggunakan kombinasi 2 moda transportasi yakni laut dan darat. Tantangan yang dihadapai adalah suhu yang tergolong ekstrim, karena bisa mencapai minus 40 derajat celcius dan juta moda transportasinya. Karena jauh dari laut maka untuk mencapai negara itu harus menggunakan kereta api.

"Untuk ekspor ke Kazakhstan kita harus menggunakan engine oil yang khusus agar tidak membeku dan kita juga perlu memodifikasi sistem pengemasan mesin untuk bisa disesuaikan dengan moda transportasi kereta yang memiliki tingkat vibrasi yang tinggi, agar kualitas produk tetap terjamin," lugasnya.

Sementara itu Executive General Manager HRD Corporate & External Affairs Division TMMIN Bob Azam ketika ditemui detikOto menekankan pentingnya industri komponen sebagai penyokong industri otomotif.

"Dalam otomotif itu, proses di APM itu cuma 30 persen, 70 persennya ada di industri komponen. Jadi industri komponen ini penting sekali untuk kokohnya suatu struktur otomotif di berbagai negara," tegas .

Menurut Bob, karena itu industri komponen di Indonesia harus bisa bersaing dengan merek luar seperti Jepang. Sebab ada banyak bagian komponen otomotif yang sesungguhnya tertarik masuk ke Indonesia.

Saat ini mereka tengah mencari partner untuk menumbuhkan industri otomotif mereka. Tidak menutup kemungkinan industri otomotif lokal bergabung dengan industri otomotif asal Jepang untuk menyokong kebutuhan merek Toyota.

"Harapan kita industri komponen bisa tumbuh dengan banyak industri menengah. Dari Jepang yang mulai relokasi ke kita (Indonesia). Nah dia sekarang dia lagi cari partner, lokal partner-nya dari Indonesia itu siapa," ucapnya.

(ddn/ddn)

Hide Ads