3 Kesalahan Aturan Mobil Murah

3 Kesalahan Aturan Mobil Murah

Muhammad Ikhsan - detikOto
Senin, 10 Jun 2013 16:21 WIB
3 Kesalahan Aturan Mobil Murah
Jakarta - Produsen mobil yang ikut aturan mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC) di Indonesia tengah sumringah lantaran mendapat lampu hijau untuk membuat mobil LCGC.

Terhitung, Daihatsu, Honda, Nissan Suzuki, dan Toyota yang mengaku bakal meramaikan segmen tersebut.

Namun di mataΒ pengamat otomotif Suhari Sargo ada 3 kesalahan yang dilakukan pemerintah dalam aturan mobil murah. Apa saja kesalahan-kesalahan itu?

Segmen Tidak Jelas

Segmen mobil murah dan ramah lingkungan dianggap tidak jelas segmen mana yang bakal dituju nanti.

Dan ini masalah besar. Sebelumnya mobil tersebut ditujukan untuk pengguna motor yang beralih menggunakan mobil. Namun faktanya meleset dan promosi sangat menyesatkan.

Pengendara motor di kota terpencil dan pelosok tetap mengendarai motor bahkan ingin menambah motor baru untuk keperluan rumah tangga salah satunya motor untuk istri pergi ke pasar.

Masalahnya adalah harga. Untuk harga LCGC Rp 80 - Rp 100 juta, bagi pengendara motor dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan cukup besar, lebih baik menambah motor baru, karena terdesak keperluan setiap bulannya. Problem lainnya adalah LCGC akan membuat macet kota-kota besar di Indonesia.

"Ada problem mendasar yaitu segmen pasarnya di mana? Kalau itu saja (sebatas LCGC), dan kalau muncul mobil kecil, city car itu akan tambah padat kota-kota besar. Kemudian dikompori sengaja disesatkan pengertiannya, segmennya orang pengguna sepeda motor yang ingin beralih ke mobil. Itu beda lagi," ucanya.

"Orang yang menggunakan motor itu digolong berbeda, mereka penghasilnya paling berapa. Untuk rumah tangga saja berapa, Rp 5 juta. Banyak pengeluaran dalam 1 bulan. Misal 1 hari menghasilkan Rp 50 ribu, artinya dalam 1 bulan menghabiskan Rp 1 juta lebih. Itu berat dan lebih baik dibelikan motor," tandasnya.

Tidak sejalan MP3EI

Mobil murah dan ramah lingkungan dianggap tidak sejalan dengan makna MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

Dan tidak menyokong kondisi ekonomi yang maju yang dicanangkan pemerintah.

Seharusnya pemerintah membuat insfrastruktur yang baik yang menghubungkan provinsi se-Indonesia seperti Jawa-Sumatera, dan seterusnya sehingga ekonomi Indonesia berkembang.

Praktis, masyarakat bisa membeli kendaraan sesuai kebutuhan mereka bahkan bisa menunjang bisnis masyarakat daerah.

Dan bukan mobil kecil seperti mobil murah dan ramah lingkungan dimana tidak bisa digunakan untuk menunjang bisnis masyarakat Indonesia.

"Tidak dikaitkan dengan MP3EI. Kalau MP3EI itu betul-betul diterapkan maka ekonomi bergerak, karena koridornya itu infrastruktur, otomatis ekonomi di daerah bergerak. Saat ini ekonomi di daerah dan kota berbeda," ucapnya.

Dia melanjutkan dengan kondisi ekonomi maju, maka masyarakat bisa membeli kendaraan sesuai kebutuhan.

"Dan lihat kebutuhan angkutan mereka apa? kebutuhan mobil mereka. Misalnya di kampung butuh mobil pembawa kambing, tidak mobil kecil seperti itu (LCGC). Jika MP3EI dijalankan itu betul-betul terjadi pemerataan pembangunan. Kenapa tidak dikaitkan dengan MP3E itu. Harusnya itu prioritas dengan demikian daerah-daerah itu cepat berkembang," imbuh Suhari.

Tidak Menggandeng Mobil Nasional

Tawon
Aturan mobil murah ini tidak menyebut secara jelas kehadiran mobil nasional. Pemerintah harus menyokong mobil-mobil nasional.

"Kalau mobil mobil nasional tidak bisa berjalan sendiri, kalau mereka tidak diajak untuk bergabung. Mereka sudah cukup baik, bikin mobil listrik bisa," tutup Suhari.

Selama ini mobil-mobil nasional seperti Komodo, GEA, Tawon dan lain-lain tengah mencari investor agar lebih kompetitif.

Bahkan tak jarang mereka sudah memiliki mobil andalan yang cukup membuat decak kagum masyarakat Indonesia.
Halaman 2 dari 4
(ddn/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads