Sejumlah lembaga baik pemerintah dan swasta kini semakin gencar melakukan kampanye berlalu-lintas yang baik dan benar kepada anak-anak usia dini. Tak hanya soal keselamatan dan keamanan diri sendiri yang ditekankan tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya. Mengadap demikian?
βKarena usia anak-anak itu sangat mendasari perilaku mereka kelak pada dewasa nanti termasuk dalam perilaku di jalan saat berkendara. Namun, penyadaran, pembelajaran, dan pemahamanan harus terus dilakukan baik,β tutur Communication & Event Manager Asuransi Astra Garda Oto. Laurentius Iwan Pranoto kepada detikOto, di Jakarta, kemarin.
Menurut Iwan, intensitas pembelajaran atau pemahaman cara berlalu-lintas yang baik dan benar kepada anak-anak usia dini, semakin dibutuhkan karena perialku buruk berlalu-lintas di Indonesia semakin memprihatinkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buruknya mental dan perilaku dalam berlalu-lintas di Indonesia, kini seolah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Mereka seolah permisif. Walhasil, sebut Iwan, jika kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan dan bahkan kecenderungan semamin bertambah dibiarkan, maka seolah menjadi sebuah budaya.
βOleh karena itu, selain penindakan yang tegas dari aparat. Tentunya, mentalitas juga harus dibangun. Caranya, mulai dari anak-anak, karena merekalah yang nantinya akan menggunakan jalanan sekaligus menjadi anggota dan pemimpin baru di masyarakat,β ucap Iwan saat ditemui di sela acara Garda Oto Goes To School, di SD Tarakanita Jakarta Selatan.
Pernyataan senada diungkapkan Komisaris Polisi Yovan dari Dikmas Polda Metro Jaya. Dia mencontohkan perilaku pengguna jalan di depan lampu isyarat lalu lintas. Meski lampu masih menyala merah dan indikator digital menunjukkan masih beberapa detik lagi berganti hijau, namun pengguna jalan seolah tak sabar untuk menerobosnya.
Mereka seolah tak peduli dengan pengguna jalan dari arah lain yang juga masih melaju karena lampu isyarat lalu lintas belum mengharuskan berhenti. βItu sangat berbahaya. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang lain,β ujarnya.
Contoh buruk lainnya dalam berlalu-lintas adalah, penggunaan sarana pendukung keselamatan seperti sabuk pengaman di mobil atau helm saat berkendara. Tidak sedikit orang yang menggunakan sarana tersebut lebih dikarenakan takut ditindak oleh petugas ketimbang karena mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan berkendara.
Sehingga, mereka kerap tak menggunakannya kalau tidak ada petugas. Bahkan, tidak sedikit yang menggunakannya hanya sekadar memenuhi formalitas belaka.
Jika perilaku buruk yang ada saat ini terus menerus dilihat oleh anak-anak, dan tanpa ada peruses penyadaran dan pengajaran kepada mereka sejak usia dini, maka akan ada pembenaran di benak mereka bahwa cara berlalu-lintas seperti itulah yang benar.
βKarena itulah kami terus melakukan kampanye cara berlalu-lintas yang baik dan benar kepada anak-anak, dengan cara yang sesuai dengan usia dan dunia mereka,β kata Iwan.
Sementara Yovan menambahkan, sepanjang 2014 lalu, tak kurang dari 309 anak usia 0 β 10 tahun yang menjadi korban atau terlibat dalam kecelakaan lalu-lintas di Indonesia. Bahkan di dunia, menurut World Health Organization PBB, kecelakaan lalu-lintas merupakan penyebab kematian terbesar kedua bagi anak-anak usia 0 β 15 tahun, setelah infeksi pernafasan.
(arf/arf)
Komentar Terbanyak
Memang Tak Semua, tapi Kenapa Pengguna LCGC Suka Berulah di Jalan?
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Bayar Pajak STNK Masih Datang ke Samsat? Kuno! Ini Cara Bayar Pakai HP