namun bukan penghalang besar untuk menuntaskan perjalanan yang tersisa.
Bersinar cerah ketika kami mulai menapaki kembali perjalanan, melanjutkan sisa cerita dari pantai Karangtawulan, Jawa Barat.
Beberapa tanjakan dan turunan curam dengan jalanan yang tidak begitu bersahabat kami lalui dengan semangat yang berkobar, mengingat tujuan selanjutnya akan lebih indah pemandangannya dari yang kami bayangkan, yaitu Green Canyon di daerah Cijulang Ciamis, Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
mendekati lokasi Green Canyon. Sampailah pada suatu persimpangan yang membagi
dua lokasi wisata, yaitu ke sebelah kiri Green Canyon dan ke sebelah kanan Batu Karas.
Kami lebih memilih ke Green Canyon karena lokasinya masih dalam satu jalur ke tujuan selanjutnya.
Waktu menunjukkan pukul 10.15 WIB, ketika kami menancapkan standar motor di
depan sebuah warung makan yang terdapat di area parkir seberang Green Canyon,
dengan maksud menitipkan barang-barang dan ganti kostum untuk ke Green Canyon
dan dilanjutkan Salat Jumat serta bersantap siang. Jika hari Jumat Green
Canyon buka dari jam 13.00-18.00 WIB sedangkan apabila hari biasa buka dari pukul 07.30-18.00 WIB.
Usai menunaikan Salat Jumat, sekitar pukul 13.10 WIB kami memasuki tempat
wisata Green Canyon, tiket masuk yang berlaku sebesar Rp 10 ribu/orang dan untuk menyewa perahu cukup membayar Rp 75 ribu/perahu (maksimal 6 orang dengan 1 orang pemandu wisata).
Cukang Taneuh atau Green Canyon adalah salah satu objek wisata di Jawa Barat
yang terletak di Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis sekitar 31 km dari Pangandaran. Objek wisata ini merupakan aliran sungai Cijulang yang menembus gua dengan stalaktit dan stalaknit yang mempesona serta diapit oleh dua bukit dengan bebatuan dan rimbunnya pepohonan menyajikan atraksi alam yang khas dan menantang.
Mendekati Cukang Taneuh, kita disuguhi pemandangan sungai dengan sedikit jeram dengan alur sempit dimana perahu sudah tidak bisa meneruskan perjalanan karena cadiknya yang lebar. Kapasitas parkirnya juga terbatas sehingga untuk menuju ke atas atau dataran yang terbentuk dari batuan atau stalagmit harus melalui perahu-perahu lainnya yang dijadikan sebagai jembatan.
Kita akan ditunggu dalam waktu yang tidak terlalu lama oleh pemandu wisata, atau perahu keluar dan kembali lagi dalam waktu yang kita tentukan.
Di sini air sangat jernih kebiru-biruan. Untuk melihat keunikan yang
sesungguhnya, kita disarankan untuk terus ke atas dengan berenang (ada tersedia penyewaaan pelampung) atau merayap di tepi batu. Perjalanan ini sepenuhnya aman.
Anak-anak 6 tahun keatas dapat ikut menggunakan pelampung dan panduan. Pemandu wisata pemilik perahu yang kita sewa. Sepanjang perjalanan, kita akan terus berada di cekungan dengan dinding terjal di kanan kiri, sebagian dinding menyerupai gua dengan atap yang sudah runtuh.
Konon katanya Canyon sendiri diperoleh karena terdapat cekungan yang terbentuk dari batuan granit berjuta tahun lalu yang membentuk jembatan di atas sungai, sehingga penduduk setempat memanggilnya sebagai "Cukang Taneuh" (lengkungan atau cekungan tanah).
Diperlukan waktu kurang lebih 15 menit untuk mencapai lokasi Green Canyon
(cukang taneuh), rupanya sudah banyak pengunjung baik asing maupun lokal yang
sedang menikmati pemandangan di lokasi Green Canyon (cukang taneuh), dimana
di sana kita dapat melihat batuan stalagtit yang menggantung membentuk gua dan batuan stalagmit sepanjang alur sungai dengan mengeluarkan tetesan air.
Kami sepakat untuk tidak melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi utama Green Canyon dimana kita diharuskan berenang, karena sebagian dari kami memang tidak bisa berenang dan agak phobia dengan air.
Setelah foto-foto dan puas dengan pemandangan Green Canyon (cukang taneuh), kami kembali lagi dengan perahu sewaan. Selama perjalanan pulang kami dikejutkan dengan hewan-hewan kecil yang mengerubungi perahu, bertubuhkan mirip kepiting seukuran kuku jari anak kecil.
Jarum jam ternyata sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, ketika rombongan touring BM2C melanjutkan kembali perjalanan ke lokasi selanjutnya yaitu Batu Hiu.
Obyek Wisata Batu Hiu tidak begitu jauh dari Green Canyon karena masih satu kecamatan Cijulang. Hanya diperlukan waktu 15 menit saja untuk mencapai Batu Hiu.
Setibanya di Objek Wisata Batu Hiu kami langsung menitipkan barang-barang bawaan kami dan motor kepada salah seorang pemilik warung makan.
Dari arah pintu masuk Objek Wisata Batu Hiu, terdapat patung ikan hiu yang sedang menganga dengan tangga di dalamnya yang merupakan pintu masuk utama. Setelah melalui beberapa anak tangga menaiki bukit karang hijau, kembali kami disuguhkan pemandangan alam yang tidak ada duanya dengan Bali, pesona Pantai Batu Hiu cukup membuat kami takjub, dimana terdapat bukit karang yang menjorok ke arah laut dengan tumbuhan pandan dan rumput yang hijau dimana terdapat gazebo kecil untuk bersantai.
Objek Wisata Batu Hiu terletak di Desa Ciliang Kecamatan Parigi, sekitar 14 km dari Pangandaran ke arah Selatan. Memiliki panorama alam yang sangat indah.
Dari atas bukit kecil yang ditumbuhi pohon-pohon Pandan wangi, kita dapat menyaksikan birunya Samudra Indonesia dengan deburan ombaknya yang menggulung putih. Karena ombaknya yang cukup besar, maka kita tidak diperbolehkan untuk berenang.
Sekitar 200 meter dari pinggir pantai terdapat seonggok batu karang yang
menyerupai ikan hiu, karena itulah tempat ini dinamakan Batu Hiu, namun karena seringnya hantaman ombak menyebabkan tergerusnya batu karang tersebut, sehingga tidak berbentuk lagi ikan hiu.
Hembusan angin pantai menemani kita saat melepaskan pandangan ke arah samudra atau hamparan pantai sebelah timur yang terbentang hingga Pangandaran.
Hal yang cukup menarik dari obyek wisata Batu Hiu ini adalah terdapatnya lokasi tempat penangkaran penyu. Di tempat ini para pengunjung dapat melihat dan mempelajari dari dekat tentang cara bagaimana penyu diternakan dan dilestarikan di habitat aslinya. Namun sayang sekali kami diburu waktu sehingga tidak sempat berkunjung ke tempat penangkaran penyu tersebut.
Sekiranya sudah merasa cukup puas dengan pemandangan di Batu Hiu, kami kembali ke penitipan barang untuk mengemas barang-barang dan memanaskan tunggangan besi kami.
Ternyata ada insiden kecil yang terjadi pada motor bro Bruri dan bro Dede, yaitu motor bro Bruri terjungkal dari posisi parkirnya dan menimpa motor bro
Dede, hal ini mungkin terjadi karena tidak stabilnya tanah yang dijadikan
parkiran, untungnya tidak begitu fatal, hanya saja motor bro Bruri sedikit lecet pada bagian joknya.
Perjalanan kami lanjutkan kembali sekitar pukul 16.30 WIB menuju Pantai
Pangandaran, lokasi akhir perjalanan susur pantai yang kami lakukan. Jalanan
yang dilalui cukup ramai dengan kendaraan umum dan pribadi, untung saja kondisi jalanan nyaman karena beraspal halus dan tidak berlubang.
Sehingga hanya dibutuhkan 15 menit saja untuk tiba di depan pintu gerbang Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
Dalam perjalanan kami menyempatkan diri untuk menyicipi mie ayam terknal di
daerah Ciamis yaitu Mie Ayam Popo. Harganta cukup terjangkau, hanya Rp 8.000 per mangkok.
Baru beberapa kilometer kami berjalan, Adzan Maghrib berkumandang, akhirnya kami memutuskan untuk singgah dulu di salah satu SPBU untuk menunaikan Salat Maghrib sekalian isi bensin. Perjalanan baru kami lanjutkan kembali sekitar pukul 19.00 WIB.
Rupanya sudah jam 22.15 WIB ketika kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan
kembali, yaitu menuju rumah bro Iwan yang terletak di Kampung Margasari Desa
Sindang Rasa Ciamis. Di tengah perjalanan kami berpisah dengan bro Roni karena dia bermaksud pulang ke rumahnya di daerah Tasikmalaya. 15 menit berlalu dan kamipun sudah sampai di rumah bro Iwan dengan selamat. Tidak ada kegiatan yang kami lakukan malam itu, hanya bersih-bersih dan istirahat, mengingat tubuh kami sudah lelah dari perjalanan yang cukup menantang.
Tidak terasa ternyata sudah hari Jumat, 15 Mei 2010, berarti sudah 3 malam dan 2 hari kami melakukan perjalanan dari Jakarta, menyusuri hutan, gunung dan pesisir pantai.
Dengan mata yang masih mengantuk dan tubuh yang pegal-pegal kami bangun pagi untuk menunaikan Salat Subuh dan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan. Usai menunaikan Salat Subuh, beberapa orang dari kami ada yang
kembali tidur, ada juga yang asyik bermain Facebook untuk update status
terakhir.
Pagi hari, Sabtu, 17 Mei 2010 pukul 10.15 WIB ketika kami menarik gas motor
menuju rumah bro Roni di Tasikmalaya.
Kira-kira sekitar 15 menit kami tiba di rumah bro Roni, ternyata di sana sudah disajikan hidangan sarapan dengan menu Nasi Liwet, tahu, tempe, ikan dan ayam goreng, lalapan plus sambal ala Tasik. Makanan yang cukup menambah kalori untuk menjaga stamina selama melakukan perjalanan.
Waktu menunjukkan pukul 12:15 saat kami meninggalkan rumah bro Roni menuju
tujuan selanjutnya yaitu Gunung Galunggung. Rute yang diambil adalah melalui
Desa Mangkubumi, Cipasung Singaparna dengan jalanan yang cukup halus.
Ditemani cuaca yang cukup cerah, kami melaju menuju Gunung Galunggung dengan semangat yang berkobar karena ingin menikmati dinginnya cuaca pegunungan dan hangatnya air panas setelah beberapa hari diterpa angin laut.
Mendekati Pesantren Cipasung Singaparna, kami berbelok ke arah kanan melalui
jalan baru yang halus dan cukup lebar, sehingga bisa dilalui dengan cukup nyaman dan leluasa. Tetapi cukup disayangkan, jalanan itu belum selesai. Sekitar 3 KM menuju lokasi Gunung Galunggung, jalan tidak mulus lagi, sehingga kamipun harus waspada.
Trek selanjutnya ketika akan mendekati objek wisata Gunung Galunggung sekitar 2 KM, kami harus mendaki dan menuruni jalanan perkampungan yang cukup kecil dengan lubang, sehingga harus ekstra hati-hati.
Akhirnya setelah berkendara sekitar 45 menit, kami sampai di lokasi Objek Wisata Gunung Galunggung. Tiket masuk seharga Rp 4.200/orang.
Ada dua pilihan objek Wisata setelah melalui Gerbang Pintu Masuk Gunung
Galunggung, yaitu ke sebelah kiri ke arah kawah Gunung Galunggung dan sebelah
kanan ke arah Cipanas. Tanpa pikir panjang, kami langsung memilih ke sebelah
kiri. Tanjakan dengan kemiringan kira-kira 45 derajat kami lawan dengan deru
mesin motor, sesekali berjalan zigzag untuk mengurangi beban tanjakan yang harus dilalui.
Dari Pintu masuk ke kawah Gunung Galunggung kira-kira 2 KM dimana
ukuran jalan cukup sempit, mungkin hanya cukup satu mobil saja, dengan kondisi jalan beraspal kasar dan tanjakan yang curam.
Sesampainya di Puncak kawah Gunung Galunggung, terlihat tempat parkir kendaraan yang cukup landai serta di di sebelah kiri terdapat anak tangga sebanyak 620 yang menjulang ke atas menuju bibir kawah, sedangkan di sebelah kanan berdiri beberapa kedai kopi yang menjajakan makanan dan minuman hangat, kamipun segera memarkirkan motor serta menitipkan barang-barang di sebuah kedai kopi yang sudah kami kenal. Cuaca kawah Gunung Galunggung sedang tidak bersahabat saat itu, kabut mulai turun disertai rintik hujan sehingga membuat udara terasa dingin.
Setelah usai menunaikan Salat Dhuhur, kami sepakat untuk mendaki ke bibir kawah Gunung Galunggung dengan melalui jalur yang berbeda dari biasanya, yaitu melalui jalur pendakian yang berupa lereng dengan jalan setapak yang berpasir, bukan melalui tangga seperti pada umumnya.
Meskipun disertai kabut tebal dan hujan yang cukup deras, kami terus mendaki
lereng menuju puncak dengan tergopoh-gopoh karena pasirnya terus bergeser ketika kami injak. Akhirnya sampai juga di bibir kawah Gunung Galunggung, tapi sayang pemandangan tidak seindah yang kami bayangkan, saat itu kabut sangat tebal sehingga penglihatan kami hanya sebatas 3 meter saja, akhirnya kami terus berjalan menuju kedai kopi yang terdapat di bibir kawah Gunung Galunggung.
Rupanya di Bibir Kawah Gunung Galunggung ini terdapat beberapa kedai kopi, tapi mereka hanya buka pas siang saja, karena sulitnya supply air dan makanan yang harus dibawa dari bawah melalui tangga. Segelas kopi susu dan goreng tahu menjadi santapan yang paling hangat saat itu, dikala hujan dan kabut masih saja bermain di depan mata kami. Sayang di objek wisata Kawah Gunung Galunggung ini tidak ada makanan seperti di Puncak Bogor, yaitu Bakar Jagung, padahal nikmat sekali dikala cuaca dingin seraya menikmati makanan tersebut.
Setelah beberapa menit berlalu dan kopi sudah habis kami telan, kabut dan hujan mulai sirna sehingga pemandangan kawah Gunung Galunggung terlihat jelas.
Dari bibir kawah yang membentuk tebing curam, terlihat cekungan membentuk danau yang cukup luas dengan berdiameter 2 KM, kita juga bisa melihat sebuah pulau kecil di tengah danau yang konon adalah kubah lava yang membatu sehingga membentuk bukit kecil, sungguh merupakan pemandangan indah yang kami lihat saat itu.
Rupanya air danau kawah Gunung Galunggung sering surut karena dialirkan melalui terowongan bawah tanah yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan pengairan penduduk sekitarnya, sehingga apabila musim kemarau masyarakat Gunung Galunggung tidak takut kekurangan air.
Selain sumber kehidupan masyarakat sekitarnya, danau Gunung Galunggung juga menyimpan spesies ikan yang beraneka ragam, yang sengaja dibiakkan oleh pemerintah, sehingga tidak heran jika ada beberapa tenda kecil yang berada di pinggir danau untuk pemancingan.
"Di sini ada ikan yang beratnya 1 ton lho mas," ungkap pemilik kedai kopi kepada kami, tapi kami hanya manggut-manggut saja antara percaya dan tidak.
Udara dingin dan indahnya pemandangan membuat kami lupa waktu, sehingga betah
untuk tinggal lebih lama berada di bibir kawah Gunung Galunggung. Sekitar pukul 15.30 WIB kami berjalan turun melalui tangga sebanyak 620 anak tangga. Untuk menghindari rasa lelah saat menuruni tangga, kami senantiasa bercanda dan tertawa dikala foto serta video shooting merekam.
Setelah puas merasakan indahnya pemandangan kawah Gunung Galunggung, kami
beranjak turun ke Cipanas Gunung Galunggung dengan maksud merasakan hangatnya
pijatan air panas yang mengandung belerang setelah beberapa hari merasakan pegal dan lelah. Cipanas Gunung Galunggung ini bersumber dari mata air Terjun Gunung Galunggung yang mengalir dari puncaknya, air dari hulu sungai sebenarnya dingin, tetapi selama dalam perjalanan bercampur dengan mata air yang berasal dari panas bumi yang mengalir ke sungai sehingga menjadi hangat.
Memasuki Cipanas Gunung Galunggung, ternyata kita diharuskan membayar retribusi parkir sebesar Rp 1.000 per motor untuk waktu yang tak terhingga. Kami langsung menuju Rumah Makan Bamboo House (Teh Risma) yang khas dengan bangunannya yang tersusun dari bambu dan kayu yang cukup kokoh, sedangkan tempat duduknya berbentuk lesehan. Rumah Makan ini adalah tempat dimana kami pernah mampir sebelumnya, sehingga dengan segera kami menitipkan barang-barang dan bersiap-siap santap makan malam.
Saat menunggu makan malam siap disajikan, kami ganti pakaian dan menuju tempat pemandian air panas. Meskipun saat itu hujan cukup deras namun keinginan kami lebih besar untuk merasakan kehangatan air panas.
Pemandian air panas (Cipanas) Gunung Galunggung cukup terkenal mengobati
berbagai macam penyakit, sehingga banyak sekali orang berdatangan untuk
merasakan hangatnya air yang mengandung belerang itu.
Tempat tersebut dikelola oleh pemerintah setempat dan swasta, sehingga didirikanlah kolam renang air panas untuk umum di beberapa tempat tanpa harus bayar, juga disediakan kamar-kamar pemandian air panas yang dijamin lebih bersih airnya serta bisa kita atur suhunya. Cukup membayar Rp 3.000 per orang, kita bisa mandi selama 1 jam.
Setelah menikmati hangatnya air panas di kamar pemandian dan menyantap makan
malam, kami beristirahat seraya menonton rekaman video perjalanan kami sambil
menunggu hujan reda. Maksud hati, kami berencana melanjutkan perjalanan menuju Garut malam itu, namun hujan masih saja turun cukup deras, sehingga kami memutuskan untuk menginap di RM Bamboo House tersebut.
Suasana malam itu cukup ramai oleh pada wisatawan lokal, mungkin karena saat itu malam minggu, suara jangkrik-pun kalah dengan alunan musik dangdut yang menggema dari warung di seberang kami, menyanyikan lagu-lagu lawas Bang Rhoma Irama. Tapi karena udara dingin dan rasa lelah, kami pun tertidur pulas, untung saja kami telah mengatur jadwal ronda malam, sehingga merasa aman.
Tetesan embun memberi warna cerah pada dedaunan ketika angsa putih mencoba
meminumnya dari pepohonan pagi itu, sedangkan kami baru saja memicingkan mata
dan menyambut pagi dengan alunan musik RnB dari HP bro Freddy yang membuat
semangat, rupanya sudah hari Minggu tanggal 17 Mei 2010. Setelah menikmati nasi goreng khas RM Bamboo House, kami berjalan menuju pemandian air panas yang berlokasi di perum perhutani, cukup membayar Rp 10.000/orang, kita memperoleh fasilitas celana pinjaman bersih yang berwarna hijau.
Kita juga bisa menikmati pemandian air panas langsung di sumbernya, yaitu di aliran sungai dengan beberapa pancuran air panas, apabila dirasa kurang panas disediakan juga beberapa kolam kecil yang menampung air panas untuk kita nikmati secara khusus.
Jam berlalu, saat kami bermain-main di pemandian air panas, ternyata waktu
menunjukkan pukul 10.15 WIB. Saatnya bagi kami bergegas kembali ke RM Bamboo
House dan berbenah untuk melanjutkan perjalanan menuju Garut. Setelah
membereskan administrasi makanan, minuman dan penginapan kami tidak lupa untuk berfoto bersama pemilik RM Bamboo House yaitu Teh Risma beserta keluarganya.
Perjalanan dilanjutkan melalui rute Singaparna-Salawu-Garut, dengan maksud
singgah dulu ke Sentra Kulit Garut. Walaupun jalanan cukup berkelok-kelok dengan beberapa tanjakan dan turunan tajam, tetapi cukup renggang dengan kendaraan, sehingga kami bisa menikmati segarnya udara pedesaan diatas jalanan yang halus.
Sekitar pukul 11.30 WIB kami tiba di Sentra Kulit Garut, yaitu di daerah
Sukarenggang, Garut.
Disini terdapat toko-toko kulit yang menjajakan aksesoris yang berbahan dasar kulit, mulai dari jaket, sepatu, kaos tangan, topi, dll. Mungkin ini adalah surga bagi para penggemar aksesoris kulit, karena harganya
cukup jauh dengan yang ada di pasaran.
Mendekati Cipanas, Garut, kami beristirahat sebentar untuk menunaikan sholat
Dzhuhur dan berteduh dari lebatnya hujan. Perjalanan baru dilanjutkan kembali
sekitar pukul 15:30 WIB ketika hujan telah berhenti. Saat melewati Cipanas garut mulai terlihat antrean panjang kendaraan, padahal hanya tinggal beberapa KM lagi menuju Nagreg, akhirnya kami mengambil keputusan untuk mengambil jalan pintas menuju Cijapati Garut yang nantinya tembus ke Majalaya-Cicalengka, Bandung.
Kondisi jalanan Cijapati-Garut cukup kecil dengan jalan yang mulus, sehingga
kami merasa nyaman untuk melaluinya. Saat mendekati Majalaya, kami dihadapkan
beberapa belokan, turunan dan tanjakan yang cukup ekstrim yang tidak memberi
kami peluang untuk persiapan, disertai cuaca yang berkabut dan hujan, mau tidak mau kami harus berjalan lambat karena jarak pandang hanya sebatas 2 meter, setiap saat kami dihantui perasaan was-was karena tiap belokan pasti ada jurang yang cukup dalam.
Setelah sekitar 1 jam kami berjalan menembus dinginnya kabut Majalaya, ternyata kami dihadang banjir di daerah Cicalengka, akhirnya terpaksa mencari jalan memutar ke arah lainnya.
Kondisi badan kami saat itu lelah sekali karena dinginnya udara pegunungan yang disertai hujan, sehingga ketika sampai di Jalan Raya Rancaekek Bandung, kami langsung menyantap Tongseng dan Sate Kambing untuk menghangatkan tubuh.
Setelah merasa lebih hangat dan perut kenyang, kami lanjutkan perjalanan melalui Bandung. Jalanan Sukarno Hatta yang saat itu berjalan merayap kami lahap lebih cepat dari biasanya, tentunya dengan tidak merugikan para pengguna motor lain. Sekitar pukul 21.45 WIB kami tiba di Cianjur, beristirahat dulu menghilangkan rasa kantuk di sebuah kedai kopi.
Perjalanan baru dilanjutkan kembali sekitar pukul 22.30 WIB menuju Puncak-Bogor-Parung-Ciledug. Saat perjalanan di Puncak, meskipun badan terasa
lelah tetapi semangat masih membara apalagi di belakang kami ada beberapa motor yang mengikuti selama perjalanan, sehingga kami semakin semangat untuk memimpin di depan diterangi gemerlap lampu dari jaket bro Roni.
Jalur Puncak-Parung-Ciputat tidak terasa sudah kami lewati, akhirnya sekitar
pukul 01.30 WIB, kami tiba di Inpres 19 Ciledug dengan aman dan tidak kurang
apa-apa, tentunya itu semua berkat safety riding dan peraturan yang selalu kami patuhi selama di jalan.
Rupanya 4 hari 5 malam sudah kami melakukan perjalanan, bahksan sejauh 968 km
kami tempuh dengan trek perjalanan ekspedisi Susur Pantai Jawa Barat, mulai dari daerah Cianjur-Garut-Cipatujah-Pangandaran-Tasikmalaya.
Sesampai di rumah, beristirahat untuk menghadapi Senin yang sudah dipadati
dengan aktifitas kami sehari-hari. Sungguh sangat puas dan menyenangkan
perjalanan yang telah kami lakukan bersama, semoga ada kesempatan untuk
berkunjung kembali kesana, beserta rekan-rekan yang lebih banyak. Tentunya
sesuai dengan motto bro Iwan "Touring is Journey not Destination" (touring
adalah perjalanan penuh pengalaman bukan mengenai tujuannya).
(ikh/ddn)












































Komentar Terbanyak
Katanya Jakarta-Bandung Lewat Tol Japeksel Cuma 45 Menit, Ternyata...
Banyak yang Nggak Sadar, Tiap Beli Bensin Pasti Bayar Pajak
Operasi Zebra Digelar Pekan Depan, Ini Pelanggaran yang Jadi Incaran