Ini Dampak Andai Indonesia Tak Buru-buru 'Hijrah' ke BBM Euro 4

Ini Dampak Andai Indonesia Tak Buru-buru 'Hijrah' ke BBM Euro 4

Septian Farhan Nurhuda - detikOto
Jumat, 20 Des 2024 08:35 WIB
Truk dan sepeda motor disebut menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta. Hal itu terungkap dalam studi hasil pemetaan sumber emisi di sektor transportasi Jakarta.
BBM Standar Euro 4. Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Institute for Essential Service Reform (IESR) bersama Research Center for Climate Change UI dan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) telah melakukan studi terkait kualitas bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Mereka berkesimpulan, pemerintah harus buru-buru menyiapkan bensin standar Euro 4.

Studi tersebut menunjukkan, seandainya standar BBM tak ada perubahan, maka beban polusi kendaraan bisa meningkat 30-40 persen pada 2030 mendatang. Sebab, ada peningkatan populasi kendaraan dan aktivitas transportasi.

Menurut IESR, 90 persen BBM yang beredar di Indonesia punya kandungan sulfur yang cukup tinggi, yakni berkisar 150-2.000 ppm. Tingginya kandungan sulfur dalam BBM tentu akan berdampak pada pencemaran udara dan masalah kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SPBU MT Haryono, Jakarta, mulai menerapkan protokol kenormalan baru. Saat mengisi bensin, pengendara harus menjaga jarak.BBM Euro 4. Foto: Rifkianto Nugroho

Sebaliknya, penerapan BBM Euro 4 mulai dari tahun depan hingga 2030 bisa memangkas polutan particulate matter (PM) 2.5 hingga 96 persen serta SOx, NOx hingga 82-98 persen. Sementara kandungan sulfur BBM Euro 4 sesuai standar internasional, yakni 50 ppm.

"Indonesia perlu segera menerapkan Euro IV dengan didukung kebijakan yang terintegrasi, disertai dengan pengawasan dan penegakan aturan yang ketat. Pemerintah perlu memastikan kesiapan kilang domestik untuk memenuhi BBM Euro IV," ujar Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksekutif IESR melalui keterangan resmi.

ADVERTISEMENT

"Meski membutuhkan investasi signifikan, kolaborasi pemerintah dan swasta dalam teknologi serta infrastruktur kilang akan membawa manfaat yang jauh lebih besar bagi lingkungan, kesehatan, dan ekonomi," tambahnya.

Ilham R. F. Surya selaku Analis Kebijakan Lingkungan IESR menegaskan, penerapan Euro IV akan berimplikasi pada peningkatan biaya produksi BBM sekitar Rp 200-Rp 500 per liter. Itulah mengapa, pemerintah perlu mempersiapkan ruang fiskal untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari penerapan peta jalan Euro IV tersebut.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan skema pembiayaan peningkatan biaya produksi BBM dengan berbagai skenario seperti tambahan biaya jika ditanggung oleh pemerintah, dibebankan kepada konsumen atau dengan membatasi akses BBM bersubsidi bagi kelompok masyarakat tertentu.

"Kajian ini secara khusus menilai dampak peningkatan kualitas udara terhadap tiga penyakit dari 12 daftar penyakit akibat polusi di Jakarta, yaitu pneumonia, jantung iskemik, dan PPOK," kata Ilham.

Studi tersebut mendorong pemerintah untuk menerapkan Euro 4 dengan memastikan ketersediaan BBM EURO 4 sesuai peta jalan, serta kesiapan kilang domestik untuk menyediakannya.

Meski peningkatan kualitas BBM merupakan langkah krusial, langkah tersebut perlu didukung kebijakan transportasi berkelanjutan lain, termasuk penyediaan transportasi publik yang nyaman, pengetatan baku mutu emisi dan efisiensi bahan bakar kendaraan bermotor, pengalihan ke kendaraan listrik, serta penerapan manajemen lalu lintas yang ramah lingkungan (eco-sensitive traffic management).




(sfn/rgr)

Hide Ads