Tebu-Jagung Masih Impor, BBM Bioetanol Diklaim Belum Ideal Dipakai di RI

Tebu-Jagung Masih Impor, BBM Bioetanol Diklaim Belum Ideal Dipakai di RI

Septian Farhan Nurhuda - detikOto
Sabtu, 14 Sep 2024 17:50 WIB
Kolaborasi Pertamina–Toyota, Uji Coba Bioethanol 100% di GIIAS 2024
Bioetanol. Foto: Pertamina
Jakarta -

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menegaskan, bahan bakar bioetanol saat ini kurang cocok dipakai di Indonesia. Sebab, bahan bakunya seperti jagung dan tebu masih banyak impor dari luar negeri!

Sebagai catatan, bioetanol merupakan senyawa yang terbuat dari tanaman yang mengandung pati, seperti jagung, tebu, ubi jalar dan sagu. Bahan bakar tersebut diklaim lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM konvensional yang saat ini dijual di Indonesia.

Meski demikian, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menegaskan, bioetanol belum ideal diterapkan di Indonesia. Sebab, bahan bakunya masih banyak impor dari luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini kita tidak produksi banyak etanol, biasanya etanol didapat dari tebu dan jagung. Kita hari ini saja masih impor gula dan jagung. Jadi sekarang kalau mau memaksa pakai biofuel, kita harus impor juga," ujar Kaimuddin di Gedung Kemenko Marves, Jakarta Pusat.

Diskusi BBM rendah sulfur.Diskusi BBM rendah sulfur bersama Kemenko Marves. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikOto

Menurut Kaimuddin, bioetanol memang tak punya kandungan sulfur, namun karbon dioksidanya tetap ada. Sehingga, kata dia, bahan bakar tersebut tak sepenuhnya ramah lingkungan.

ADVERTISEMENT

Disitat dari CNBC Indonesia, Sabtu (14/9), impor gula Indonesia mencapai 5,8 juta ton selama periode 2022-2023. Besaran angka tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia.

Sementara untuk jagung, meski impornya mengalami penurunan, namun angkanya masih tetap tinggi. Jika dulu mencapai 3,5 juta ton, maka kini turun menjadi 450 ribu ton.

Kondisi tersebut yang membuat Kaimuddin berpendapat, bioetanol kurang ideal untuk diterapkan di Indonesia. Sebab, beban impor bahan bakunya dikhawatirkan akan mengalami kenaikan.

Jokowi meresmikan gerakan bioetanol tebu di MojokertoJokowi meresmikan gerakan bioetanol tebu di Mojokerto Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Di lain sisi, Pakar Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB) Ronny Purwadi menjelaskan, saat ini produksi bioetanol di Indonesia baru tembus 34.500 kiloliter per tahun. Nilai tersebut masih jauh untuk mencukupi kebutuhan pasar.

"Hingga saat ini, bioetanol hanya digunakan sebagai campuran E05 di Jakarta dan Surabaya, sementara kebutuhan bensin nasional mencapai 29 juta kiloliter per tahun," kata Ronny kepada CNN Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Pertamina melakukan inovasi dengan memproduksi 150 liter bioetanol dari sampah biomasa, yakni batang tanaman sorgum. Proses produksi bahan bakar nabati tersebut menggunakan peralatan distilasi dan dehidrasi yang terdapat di fasilitas Laboratorium Technology Innovation milik Pertamina.

Memproduksi bioetanol dari batang Sorgum diklaim tidak hanya menjadi sumber energi baru untuk Indonesia, melainkan juga mampu memproduksi bahan bakar tanpa berkompetisi dengan bahan pangan.




(sfn/dry)

Hide Ads