Subsidi motor dan mobil listrik merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menekan polusi udara. Sayang penyerapannya belum optimal.
Pemerintah terus berupaya menggenjot perkembangan kendaraan listrik di Tanah Air guna menekan polusi udara. Sejumlah insentif pun diberikan agar masyarakat mau beralih menggunakan kendaraan tanpa asap tersebut.
Untuk mobil listrik misalnya, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sejak 1 April 2023. Tapi tidak semua mobil listrik mendapatkan insentif tersebut. Persyaratan utamanya, mobil listrik itu harus memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Setidaknya hingga saat ini ada tiga model yang dipastikan mendapat bantuan tersebut yaitu Wuling Air ev, Hyundai Ioniq 5, dan Wuling BinguoEV.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah menargetkan memberikan bantuan insentif itu terhadap 35.900 unit mobil listrik pada tahun 2023. Namun sepanjang tahun 2023, jumlah penyaluran motor listrik subsidi tampaknya masih jauh di bawah target. Mengutip data wholesales yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan tiga mobil listrik subsidi itu tercatat 14.144 unit.
Bila mobil listrik bantuannya berupa insentif PPN, berbeda halnya dengan motor listrik yang harganya langsung dipangkas Rp 7 juta. Untuk bisa mendapatkan insentif itu, pabrikan motor listrik juga harus memenuhi persyaratan TKDN minimal 40 persen. Kini pilihan motor listrik subsidi pun cukup banyak. Terpantau hingga kini ada 50 model motor listrik yang mendapat potongan Rp 7 juta. Lagi-lagi meski harganya dipangkas Rp 7 juta dan konsumen hanya perlu membawa KTP, nyatanya motor listrik subsidi sepi peminat. Dari target 200.000 unit yang tersalurkan hanya 11.532 unit sepanjang tahun 2023.
Pengamat otomotif Bebin Djuana, subsidi yang diberikan bagi motor dan mobil listrik itu tak efektif. Kalaupun bertujuan untuk mempercepat kendaraan listrik, khususnya mobil, Bebin menilai lebih efektif untuk menerapkan pembebasan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) sebagaimana diterapkan pada mobil Low Cost Green Car (LCGC) saat lahir tahun 2013. Sementara motor bila kapasitasnya di bawah 250 cc memang dibebaskan dari PPnBM.
"Sekarang apa yang bisa dihilangkan, pajak barang mewah buang, itu kan pengaruhnya besar. Kenapa mesti ada pajak barang mewah, padahal itu kendaraan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari bukan untuk sebuah kemewahan," tutur Bebin saat dihubungi detikOto, Jumat (19/1/2024).
Sekadar kilas balik, saat pertama kali meluncur tahun 2013, mobil LCGC mendapat fasilitas berupa keringanan PPnBM 0% seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Hal itu cukup efektif dalam meningkatkan penjualan LCGC karena harganya lebih rendah dari mobil bermesin konvensional lainnya.
Baca juga: Rencana Luhut Mau Naikkan Pajak Motor Bensin |
Soal pembebasan PPnBM juga pernah diterapkan pada tahun 2021. Terbukti kebijakan itu cukup efektif dalam mendongkrak penjualan mobil dalam negeri. Adapun pembebasan PPnBM itu juga membuat harga mobil jadi lebih murah. Bahkan ada yang terpangkas hingga Rp 60 jutaan. Bebin berpandangan bila kebijakan serupa diterapkan pada mobil ataupun motor listrik, bisa mendongkrak penjualannya signifikan.
"Waktu LCGC setiap orang bisa beli kan. Dealernya juga nggak usah pusing-pusing isi formulir ini itu. Tinggal hapuskan pajaknya selesai, masyarakat nikmatin. Kalau tidak bisa tercapai targetnya, apakah kalau demikian masyarakat masih juga enggan? Nggak usah digiring," tutur Bebin.
(dry/din)
Komentar Terbanyak
Jangan Pernah Pasang Stiker Happy Family di Mobil, Pokoknya Jangan!
Selamat Tinggal Calo, Bikin SIM Wajib Ikut Ujian Lengkap
Naik Taksi Terbang di Indonesia, Harganya Murah Meriah