Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto sempat membahas polusi udara di Jakarta yang kerap masuk indeks polusi tertinggi di dunia. Pertanyaan itu dia lontarkan kepada capres nomor urut 1 Anies Baswedan, yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Prabowo bertanya mengenai kebijakan yang sudah dilakukan Anies untuk mengatasi polusi DKI Jakarta. Padahal Pemprov DKI Jakarta ketika Anies menjabat sebagai Gubernur punya anggaran senilai Rp 80 triliun.
"Selama Mas Anies mimpin sering sekali DKI menerima indeks polusi tertinggi di dunia, bagaimana dengan anggaran Rp 80 triliun, Pak Anies sebagai gubernur tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti untuk mengurangi polusi," kata Prabowo dalam Debat Pertama Capres 2024 di KPU, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023).
Anies menjelaskan polusi di Jakarta tidak konsisten. Salah satu sumber polutan yang masuk ke DKI Jakarta adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Terkadang polutan dari PLTU terbawa oleh angin yang mengarah ke Jakarta.
"Jadi, apa yang terjadi? Di Jakarta kami memasang alat pemantau polusi udara. Bila masalah polusi udara itu bersumber dari dalam kota Jakarta maka hari ini, besok, minggu depan akan konsisten akan terus kotor, tapi apa yang terjadi? Ada hari di mana kita bersih, ada hari di mana kita kotor. Ada masa Minggu pagi Jagakarsa sangat kotor, apa yang terjadi? Polusi udara tak punya KTP, angin tak ada KTP-nya," kata Anies menjawab Prabowo.
"Angin itu bergerak dari sana ke sini. Ketika polutan yang muncul dari pembangkit listrik tenaga uap mengalir ke Jakarta maka Jakarta punya indikator, karena itu Jakarta mengatakan ada polusi udara. Ketika anginnya bergerak ke arah Lampung, ke arah Sumatera, ke arah Laut Jawa, di sana tidak alat monitor maka tidak muncul, dan Jakarta pada saat itu bersih," imbuhnya.
Prabowo merespons Anies tidak semestinya menyalahkan angin. Prabowo kembali menegaskan pertanyaannya yakni tentang penanganan polusi udara Jakarta dengan anggaran sebesar itu.
"Ya susah kalau kita menyalahkan angin. Dari mana.... Ya. Jadi saya bertanya dengan anggaran segitu besar. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk dengan real dalam lima tahun mengurangi polusi, juga di mana rakyat Jakarta begitu banyak yang mengalami sakit pernafasan. Jadi saya kira kalau kita dengan gampangnya menyalahkan angin, hujan dan sebagainya. Ya... mungkin tidak perlu ada pemerintahan kalau begitu," balas Prabowo.
Anies lalu merespons untuk masalah polusi yang bersumber dari dalam kota. Dia sudah melakukan langkah-langkah seperti uji emisi kendaraan bermotor hingga mendorong orang untuk menggunakan transportasi umum.
Namun ada masalah polutan yang bersumber dari luar DKI Jakarta yang terbawa oleh angin. Anies menyinggung soal jawaban dengan data dan fiksi.
"Ini lah bedanya yang berbicara pakai data dan yang berbicara pakai fiksi. Ini pakai data. Jadi ketika tunjukan ya memang ada sumber polutan dari dalam kota, tapi kalau sumber polutan itu hanya dari dalam kota maka pakai logika sederhana sekali," kata Anies menanggapi Prabowo tentang 'menyalahkan angin'.
"Ya memang ada sumber polutan dari dalam kota. Tapi kalau sumber polutan itu hanya dari dalam kota, maka pakai logika sederhana sekali, jumlah motor dari hari ke hari sama. Jumlah mobil dari hari ke hari, sama," lanjut Anies.
"Maka harusnya angka polusinya sama setiap waktu. Betul tidak? tapi jumlah motor sama, jumlah mobil sama. Ada kita sangat polusi, ada sisi sangat tidak polusi, nanti kalau perlu saya kirimkan gambar satelitnya kepada bapak, supaya bapak bisa menyaksikan."
"Dan inilah mengapa kita mengambil langkah itu pakai ilmu pengetahuan pakai data dan menggunakan scientist untuk terlibat. Kalau tidak pakai itu maka tidak akan ada langkah yang benar," jelas Anies.
Terakhir dia menegaskan pengendalian polusi di Jakarta menggunakan data. Jika menjadi presiden, Anies akan menggunakan cara itu di wilayah lainnya.
"Bagaimana pengendalian itu dikerjakan untuk dalam Jakarta. Jika saya terpilih presiden, maka yang luar Jakarta saya kendalikan juga," katanya.
Simak Video "Video: Selamat! Anies Baswedan Sambut Kelahiran Cucu Pertamanya"
(riar/din)