- Apa Itu Pajak Progresif?
- Dasar Hukum Pajak Progresif
- Pengenaan Tarif Pajak Progresif
- Pajak Progresif Kendaraan Wilayah DKI Jakarta
- Cara Menghitung Tarif Pajak Progresif 1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) 2. Efek Negatif atas Pemakaian Kendaraan untuk Merefleksikan Tingkat Kerusakan Jalan Contoh Perhitungan Pajak Progresif
- Jika Menjual Kendaraan, Blokir STNK agar Tidak Kena Pajak Progresif
Pajak progresif merupakan sistem pajak yang diterapkan dengan prinsip bahwa tarif pajak akan meningkat seiring dengan tingkat penghasilan atau kekayaan seseorang. Sistem ini dirancang untuk menciptakan tingkat keadilan yang lebih besar dalam pemungutan pajak.
Tujuannya, agar seseorang dengan penghasilan atau kekayaan yang lebih tinggi membayar proporsi pajak yang lebih besar daripada individu dengan penghasilan atau kekayaan yang lebih rendah. Terbilang adil bukan?
Agar lebih jelas, artikel ini akan menjelaskan mengenai prinsip pajak progresif serta tarif dan jenis-jenis dari pajak progresif. Untuk itu, simak artikel di bawah ini ya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Pajak Progresif?
Mengutip dari laman resmi Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD), pajak progresif adalah penerapan tarif pajak kendaraan kepemilikan kedua dan seterusnya yang lebih besar dari tarif pajak kendaraan kepemilikan pertama.
Atau bisa dikatakan bahwa pajak progresif merupakan pungutan pajak dengan persentase berdasarkan jumlah atau kuantitas objek pajak. Tujuan dari penerapan sistem pajak ini adalah untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pada suatu daerah di Indonesia.
Hal ini akan menyebabkan tarif pajak pada jenis pajak progresif akan semakin meningkat bila jumlah objek pajaknya semakin banyak atau jika nilai objek pajaknya mengalami kenaikan.
Dijelaskan dalam laman resmi Indonesia.go.id, pajak progresif akan diterapkan pada kendaraan bermotor yang memiliki kesamaan nama pemilik dengan alamat kepemilikan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa besaran biaya pajak akan mengalami kenaikan seiring bertambahnya jumlah kendaraan sehingga kendaraan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dikenai tarif yang berbeda.
Dasar Hukum Pajak Progresif
Dalam realisasinya, dasar hukum pajak progresif diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU tersebut menyebutkan bahwa kepemilikan kedua untuk pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
- Kepemilikan kendaraan roda kurang dari empat
- Kepemilikan kendaraan roda empat
- Kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat
Dapat dimisalkan seperti, jika kamu memiliki satu mobil, satu motor, atau satu truk dalam satu rumah, dan semua kendaraan tersebut atas nama pribadi. Masing-masing kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis.
Otomatis, kamu hanya dikenakan pajak progresif pertama di setiap kendaraan tersebut. namun jika kamu memiliki mobil dua atas nama pribadi yang sama, makan mobil kedua akan dikenakan tarif pajak lebih tinggi.
Pengenaan Tarif Pajak Progresif
Mengacu pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, ketentuan tarif pajak progresif bagi kendaraan bermotor ditetapkan sebagai berikut:
- Kepemilikan kendaraan bermotor pertama dikenakan biaya paling sedikit 1 persen, sedangkan paling besar 2 persen.
- Kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga, dan seterusnya dibebankan tarif paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen.
Walaupun persentase tarif pajak progresif sudah ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan besarannya. Ini merupakan kewenangan dari gubernur suatu provinsi. Dengan syarat bahwa jumlah tarif tersebut tidak melebihi rentang yang dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Pajak Progresif Kendaraan Wilayah DKI Jakarta
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa tarif pajak ini berbeda-beda sesuai dengan ketetapan gubernur dari masing-masing provinsi. Sebagai contoh berikut tarif pajak progresif untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:
- Kendaraan pertama pajak 2%
- Kendaraan kedua pajak 2,5%
- Kendaraan ketiga pajak 3%
- Kendaraan keempat pajak 3,5%
- Kendaraan kelima pajak 4%
- Kendaraan keenam pajak 4,5%
- Kendaraan ketujuh pajak 5%
- Kendaraan kedelapan pajak 5,5%
- Kendaraan kesembilan pajak 6%
- Kendaraan kesepuluh pajak 6,5%
- Kendaraan kesebelas pajak 7%
- Kendaraan keduabelas pajak 7,5%
Kenaikan tarif pajak 0,5% ini berlaku hingga kepemilikan kendaraan ketujuh belas dengan persentasenya sebesar 10%.
Cara Menghitung Tarif Pajak Progresif
Dalam menghitung tarif pajak progresif, terdapat dua unsur yang mendasarinya, yaitu:
1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)
NJKB bukan harga pasaran umum, namun ini merupakan harga atau nilai yang sudah ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang sebelumnya sudah mendapatkan data dari Agen Pemegang Merek (APM).
2. Efek Negatif atas Pemakaian Kendaraan untuk Merefleksikan Tingkat Kerusakan Jalan
Unsur ini biasanya dinyatakan dalam koefisien yang nilainya satu atau lebih. Untuk menghitung tarif pajak progresif kamu bisa memulainya dari mencari nilai NJKB kendaraan terlebih dahulu. Kamu dapat menghitung NJKB dengan rumus:
NJKB: (PKB/2) x 100
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) bisa kamu temukan di lembar STNK bagian belakang.
Selanjutnya, jika sudah mengetahui hasil NJKB kendaraan, kalikan dengan persentase pajak progresif. Namun pastikan persentase sesuai urutan kepemilikan kendaraanmu ya.
Jika sudah, tentukan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) untuk mendapatkan pajak progresif tiap kendaraan.
Contoh Perhitungan Pajak Progresif
Mengutip dari laman resi Indonesia.go.id, berikut contoh perhitungan pajak progresif kendaraan beroda empat (mobil):
Jika kita mempunyai 3 buah mobil dengan satu merek dan dibeli pada tahun yang sama. Dari STNK, tertulis PKB mobil sebesar Rp 1.500.000. Kemudian, didapatkan SWDKLLJ sejumlah Rp 150.000. Berarti, NJKB mobil milik kita adalah:
NJKB: (PKB/2) x 100 = (Rp 1.500.000/2) x 100 = Rp 75.000.000
Maka, pajak progresif tiap kendaraan. Dimulai dari kendaraan pertama sampai ketiga.
- Mobil Pertama
PKB: Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 1.500.000 + Rp 150.000 = Rp 1.650.000 - Mobil Kedua
PKB: Rp 75.000.000 x 2,5% = Rp 1.875.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 1.875.000 = Rp 2.025.000 - Mobil Ketiga
PKB: Rp 75.000.000 x 3% = Rp 2.250.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.250.000 = Rp 2.400.000
Cara ini berlaku untuk menghitung pajak mobil keempat, kelima, dan seterusnya hingga nilai persentase 10%. Dengan perhitungan ini, kamu bisa mengetahui bahwa nilai pajak akan semakin besar seiring pertambahan jumlah kendaraan bermotor.
Tak hanya itu, NJKB dan SWDKLLJ pun menentukan biaya yang wajib dibayarkan.
Jika Menjual Kendaraan, Blokir STNK agar Tidak Kena Pajak Progresif
Nah, jika kamu menjual kendaraan atas nama pribadi, sebaiknya lakukan pemblokiran STNK agar tidak terkena pajak progresif saat membeli kendaraan yang baru. Sebab, kamu tetap akan dikenakan pajak progresif jika masih terdaftar memiliki lebih dari satu kendaraan.
Tidak sulit, berikut cara memblokir STNK:
- Pemilik kendaraan hanya perlu menyediakan pernyataan penjualan kendaraan bermaterai dan melampirkan foto copy STNK dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
- Apabila kamu melakukan transaksi jual kendaraan, segera mendatangi kantor Samsat terdekat dan serahkan surat pernyataan serta kelengkapan tersebut sehingga petugas segera melakukan pemblokiran dan pemilik berikutnya wajib segera membalik nama.
- Bila tidak ada fotokopi STNK, yang terpenting menyertakan nomor polisi dan jenis kendaraan. Sertakan juga KTP yang sesuai dengan STNK dan surat pernyataan.
- Tak perlu khawatir, prosesnya pengerjaannya tidak memakan waktu lama, ini tergantung dari kelengkapan dokumen yang diserahkan.
Nah itu tadi informasi terkait pajak progresif kendaraan bermotor yang perlu kamu ketahui. Semoga Bermanfaat ya.
(elk/fds)
Komentar Terbanyak
Harga BYD Atto 1 Bisa Acak-acak Pasar Agya? Ini Kata Toyota
Parkir Kendaraan di Jakarta Bakal Dibikin Mahal!
Duit Ada, Kenapa Orang Indonesia Menahan Beli Mobil?