Sopir Truk Pikul Beban Berat: Ongkos Minim, Kena Pungli, Sering Disalahkan

Sopir Truk Pikul Beban Berat: Ongkos Minim, Kena Pungli, Sering Disalahkan

Tim detikcom - detikOto
Senin, 28 Feb 2022 08:15 WIB
Ratusan sopir dan pengusaha truk menolak kebijakan pemerintah terkait pembatasan dan pelarangan truk Over Dimension Over Loading (ODOL).
Truk. Foto: Antara Foto
Jakarta -

Sopir truk disebut menanggung beban sistem logistik yang salah. Tak jarang, tanggung jawab pemilik barang dibebankan kepada pengemudi dan setiap ada kecelakaan sopir truk dijadikan tersangka. Belum lagi suburnya pungli yang memeras sopir truk di sepanjang perjalanan.

Hal itu disampaikan oleh Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

"Tidak ada kaderisasi pengemudi truk dan minim bimbingan teknis. Jadikan pengemudi truk mitra, bukan tersangka. Kompetensi pengemudi truk ditingkatkan, pendapatan dinaikkan," ujar Djoko dalam keterangan tertulisnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Djoko menilai, ongkos sopir truk saat ini terlalu minim. Alhasil, sopir truk sudah jarang membawa kernet. Dampaknya regenerasi pengemudi truk terhambat, bahkan tidak ada.

"Biasanya sopir belajar mengemudi ketika dia menjadi kernet, menggantikan sopir yang lelah. Namun karena saat ini ongkos muat kembali ke angka di tahun 2000-an, sudah terlalu minim, maka perolehan bagi hasil antara pengemudi dengan pengusaha truk pun anjlok," ucap Djoko.

ADVERTISEMENT

"Saat ini sudah banyak pengemudi truk yang membawa istrinya untuk berperan sebagai tukang masak, tukang cuci, tukang pijit dan tukang menghitung barang yang dimuat dan dibongkar. Perilaku pengemudi truk yang dulu sering menghiasi warung remang-remang berubah menjadi sering membawa istrinya sekarang ini adalah bukan karena alasan pertobatan atau agamis. Namun lebih karena pengiritan, akibat tidak punya uang lagi," sambungnya.

Dia bilang, jika sopir truk mendapat kontrak mengangkut barang senilai R 5 juta, maka akan dibagi dua, Rp 2,5 juta untuk sopir dan Rp 2,5 juta untuk pemilik kendaraan.

"Namun persentase tidak harus 50:50. Barang yang berpotensi dicuri, sopir (55 persen) dan pemilik truk (45 persen). Jika barang yang diangkut tergolong aman, pembagiannya sopir (45 persen) dan pemilik truk (55 persen). Pengemudi truk menanggung pengeluaran untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), tarif tol, makan dan minum, MCK, pungutan liar, petugas resmi, tilang, tarif parkir, pecah ban dan berbagai retribusi lainnya. Sementara pengusaha angkutan akan menanggung angsuran kredit kendaraan, penyusutan kendaraan, penggantian ban, oli dan suku cadang, stooring dan derek, perijinan dan surat menyurat," ujar Djoko.

Jika ketahuan overload, maka sopir yang menanggung biaya tilang sebesar Rp 500 ribu. Menurut Djoko, sopir juga ingin muatan overload agar ongkosnya tinggi dan secara otomatis bagi hasilnya juga tinggi.

"Jadi sebenarnya tidak ada pengemudi truk yang terpaksa muat lebih. Itu pilihan pengusaha dan pengemudi. Akibat tekanan ongkos murah dari pemilik barang. Jika ongkos bagus dan muatan ringan, pengemudi dan pengusaha angkutan sama-sama happy. Karena sebenarnya yang dikejar itu nilai ongkosnya. Itulah suka duka pengemudi truk di Indonesia," sebut Djoko.

Djoko kemudian membandingkan sopir truk di Eropa. Di Benua Biru, sopir truk hanya mengecek oli. Di sana juga jarang terjadi ban kempis atau pecah karena muatan standar masih dalam batas spesifikasi ban.

"Pengemudi dapat tidur dengan nyaman di ruang dalam kabin truk. Jika kendaraan dicurigai mengangkut overload, pengemudi tidak diapa-apakan, tapi si pembawa manifest barang yang harus mempertanggungjawabkannya. Atau Polisi di perbatasan negara akan mengundang perwakilan dari pabrik untuk hadir ke penimbangan supaya bertanggung jawab. Di dalam manifest barang ada jumlah muatan dan berat muatan. Soal tata cara muat dan tonase mereka self assessment, namun jika dicurigai oleh Polisi, maka kendaraan akan digiring ke lokasi penimbangan dan akan digeledah. Jika muatan tidak sesuai dengan manifest itu baru persoalan," katanya.




(rgr/din)

Hide Ads