Jakarta 3 Besar Kota Bikin Stres Berkendara di Dunia, Yakin Masih Mau Bawa Kendaraan Pribadi?

Jakarta 3 Besar Kota Bikin Stres Berkendara di Dunia, Yakin Masih Mau Bawa Kendaraan Pribadi?

Tim detikcom - detikOto
Selasa, 07 Sep 2021 12:09 WIB
Kemacetan terlihat di ruas jalan ibu kota. Meningkatnya volume kendaraan itu karena sejumlah pegawai telah kembali bekerja di kantor di masa PSBB transisi.
Jakarta dinilai sebagai salah satu kota yang bikin stres saat berkendara. Apakah sudah saatnya meninggalkan kendaraan pribadi? Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Studi yang dilakukan oleh Hiyacar, platform car-sharing asal Inggris menilai Jakarta menjadi salah satu kota di dunia yang paling bikin stres untuk mengemudi. Jakarta menduduki peringkat 3 dunia sebagai kota yang paling bikin stres untuk berkendara.

Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) Edison Siahaan mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan jalanan Jakarta memicu stres pengemudi. Di antaranya adalah padatnya lalu lintas akibat populasi kendaraan yang tidak terkontrol, kesadaran tertib berlalu lintas yang masih sangat rendah, penegakan hukum masih lemah serta kebijakan tidak efektif bahkan cenderung memicu ketidakpastian.

"ITW melihat, pemerintah cenderung menganut paradigma Car Mobility dalam pengembangan manajemen transportasi. Dengan prinsip banyak membangun infrastruktur sarana dan prasarana jalan layang, tol, arteri, sehingga mendorong masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Akibatnya terjadinya kemacetan khususnya di sejumlah kota-kota besar," kata Edison kepada detikcom, Selasa (7/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Edison, yang efektif adalah menganut prinsip Accesibility. Artinya, pemerintah perlu menciptakan infrastruktur transportasi yang terintegrasi ke seluruh pelosok dan mudah diakses publik serta terjangkau secara ekonomi.

"Seperti kereta, monorel, busway, sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat sekaligus secara perlahan akan meninggalkan kendaraan pribadi. Tetapi harus memastikan transportasi angkutan umum dapat mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas)," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Lanjut Edison, yang tidak kalah penting adalah sikap tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan lewat penegakan hukum.

"Serta tetap meningkatkan koordinasi antar steak holder dalam melakukan setiap kebijakan. Bukan justru Pemerintah dalam hal ini Kemenhub menggunakan diskresi dengan landasan UU No 30 tahun 2014 tentang admin Negara untuk mengatur ojol dan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum sehingga terlihat seperti legal," ucapnya.

"Kemudian Pemerintah juga harus menyesuaikan jumlah angkutan umum dengan kebutuhan dan tidak saling bersinggungan. Serta memiliki data yang akurat untuk digunakan sebagai landasan terkait jumlah kendaraan yang ideal dengan ruas dan panjang serta daya tampung jalan yang tersedia," katanya.




(rgr/din)

Hide Ads