2 Minggu Boleh Angkut Penumpang, Efektivitas Penyekat Ojol Terus Dipertanyakan

2 Minggu Boleh Angkut Penumpang, Efektivitas Penyekat Ojol Terus Dipertanyakan

Luthfi Anshori - detikOto
Senin, 22 Jun 2020 09:44 WIB
Driver ojol kembali diizinkan angkut penumpang. Meski begitu, protokol kesehatan tetap wajib dilaksanakan salah satunya dengan memasang separator atau sekat.
Ilustrasi penyekat yang terpasang pada driver ojol. Foto: Antara Foto
Jakarta -

Dua minggu sudah ojek online (ojol) diperbolehkan kembali membawa penumpang dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun penerapan penyekat ojol untuk mencegah penularan virus Corona masih terus dipertanyakan efektivitasnya.

Dijelaskan pengamat transportasi Djoko Setijowarno, jika dikaitkan dengan aspek keselamatan dan kesehatan, timbul pertanyaan mampukah penyekat tersebut menciptakan rasa aman atau selamat bagi pengemudi dan penumpang? Dan seberapa efektifkah kemampuan penyekat tersebut mencegah penularan COVID-19?

"Pertanyaan-pertanyaan tersebut layak dijawab oleh regulator, baik terkait aspek keselamatan maupun aspek kesehatan. Karena kita tahu bahwa bertransportasi menggunakan sepeda motor memiliki risiko kecelakaan dengan tingkat fatalitas paling tinggi dibandingkan dengan sarana angkutan yang lainnya," kata Djoko dalam keterangan resminya, Senin (22/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kata Djoko, saat ini ada pandangan yang mengatakan bahwa partisi ojol itu, selain dapat mengganggu efek aerodinamika kendaraan saat melaju, jika pengemudi bersin atau batuk, masih ada kemungkinan droplet (percikan liur) akan dapat masuk ke arah penumpang di belakangnya.

Djoko menambahkan perlunya keterlibatan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap wacana perisai (shield) yang merupakan pembatas antara pengemudi dan penumpang.

ADVERTISEMENT

"KNKT harus memberikan tanggapan untuk memperbaiki ide yang saat ini telah dikembangkan oleh pihak aplikator dari sudut keselamatan (safety). Ini bukan berarti KNKT mendukung pengoperasian sepeda motor sebagai kendaraan umum," lanjut pria yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Djoko menjelaskan, ada dua aspek yang diangkat dalam wacana perisai ini. Pertama terkait desain yang aerodinamis, kedua menyoal faktor keamanan dari penyekat tersebut.

"Pertama terkait desain aerodinamis, keberadaan shield, di samping dapat meminimalisasi penularan virus COVID-19 melalui kontak fisik langsung antara pengemudi dan penumpang, serta penyebaran percikan liur (droplet) saat salah satu di antara keduanya bersin atau batuk, shield dimaksud juga tidak mengganggu keseimbangan/gaya aerodinamis kendaraan saat berjalan. Oleh sebab itu, desainnya perlu dibuat lengkung di atasnya dan diberi penambahan lengkung pada sisi kanan kirinya," kata Djoko.

"Kedua adalah pertimbangan crashworthiness, jika sampai terjadi impact, maka shield itu tidak akan melukai baik pengemudi maupun penumpangnya. Oleh sebab itu material shield, selain ringan dan kuat juga harus dibuat dari benda yang jika pecah tidak menjadi benda tajam, dan di sekitarnya diberi lapisan karet pelindung. Untuk itu, KNKT menyarankan agar desain shield diuji coba terlebih dahulu dengan memperhatikan kedua aspek di atas, pertama aerodinamika dan kedua crashworthiness," jelas Djoko.

"Dan pada usulan desain KNKT untuk dibuat lengkung dan penambahan pada sisi kanan dan kirinya, maka aliran udara pada saat sepeda motor melaju dapat mengikuti gerak aerodinamika dan tidak menjadi hambatan. Selain itu jika pengemudi bersin, maka droplet akan mengikuti aliran udara dan tidak mengenai penumpang di belakangnya. Kesehatan dan keselamatan pengemudi dan penumpang terlindungi," tukasnya.




(lua/din)

Hide Ads