Nasib Kendaraan BBG, Baiknya Ditinggal Atau Beralih ke Listrik?

Nasib Kendaraan BBG, Baiknya Ditinggal Atau Beralih ke Listrik?

Ridwan Arifin, Ridwan Arifin - detikOto
Rabu, 17 Jun 2020 21:07 WIB
MRT, LRT, TransJakarta hingga ojol terus memanjakan konsumennya. Namun, bajaj yang usianya lebih senior tetap bertahan. Yuk, intip rumah sakit bajaj di Jakut.
BBG bisa jalan berrsama dengan program kendaraan listrik Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Demi menekan polusi dan ketergantungan impor, pemerintah sedang mendorong penggunaan kendaraan listrik. Lalu bagaimana nasib program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) setelah muncul program kendaraan listrik?

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa Mulyana mempertanyakan apakah nasib mobil listrik nantinya akan sama dengan program konversi BBM ke BBG.

"Apakah wacana mobil listrik sekarang ini akan sama dengan mobil berbahan bakar gas (BBG), karena di tahun 2.000-an itu ada keinginan mobil BBG muncul tapi sampai sekarang pun belum ada perkembangan yang signifikan dari wacana tersebut," ujarnya di channel YouTube Kementerian ESDM dalam webinar bertajuk "Mobil Listrik: Harapan atau Ilusi?", Rabu (17/06/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang untuk penggunaan BBG saat ini kebanyakan menyasar di sektor transportasi, seperti TransJakarta, Bajaj, dan taksi konvensional.

"Tetapi itu masih ruang lingkup kendaraan umum, belum meluas ke kendaraan pribadi yang biasa dipakai masyarakat," tutur Iwa.

ADVERTISEMENT

Iwa memaparkan program konversi BBM ke BBG bisa tetap berjalan meski pemerintah telah menggagas program kendaraan listrik. Sebab, cakupan wilayah Indonesia luas, masih banyak pekerjaan rumah untuk menyegerakan kendaraan listrik seperti infrastruktur, harga kendaraan listrik yang terjangkau, hingga kesiapan masyarakat.

"Kita ini negara kepulauan dan tentu penggunaan baik BBM, BBG nanti ataupun kendaraan listrik itu bisa saja digunakan secara sektoral."

Iwa menyebut pengembangan mobil listrik adalah hal yang harus dihadapi sebab tren dunia memang mengarah ke sana. Tetapi Indonesia punya potensi energi ramah lingkungan yang belum termanfaatkan secara optimal.

"Janganlah kita berpikir bahwa dari Sabang sampai Merauke demi keadilan semua harus sama (penggunaan teknologi kendaraan-Red), saya kira ini satu PR kita untuk melakukan klasterisasi, melakukan mana yang tepat, maping atau pemetaan mana yang sebaiknya sudah masuk kendaraan listrik, mana yang masih BBM, mana yang masih BBG, atau mix campur dari semuanya," jelas Iwa.

Adapun yang tidak kalah penting adalah konsistensi semua pemangku kepentingan untuk mencapai target bauran energi yang sudah menjadi komitmen bersama.

"Ini (kendaraan listrik) kenyataan yang harus dihadapi dan dijawab dengan langkah yang cerdas," tutup Iwa.




(riar/lth)

Hide Ads