"Awal tahun (2017) rencananya kita akan ajukan somasi dulu ke pemerintah dan ajukan penggugatan," ujar Tim Advokasi KPBB, Aulia Hidayat kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
"Kita ajukan gugatan ke Pertamina dan Pemerintah dalam hal ini Kementrian ESDM," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada kebijakan yang tidak transparan, berkeadilan, masyarakat bayar lebih tapi kualitasnya tidak sesuai dengan harga, ada peraturan perundangan yang juga dilanggar, 1 Januari 2007 itu harusnya sudah standar Euro2 tapi ternyata bahan bakarnya tidak dipersiapkan. Dan ya ada pembiaran-pembiaran juga oleh pemerintah dalam hal ini, kenapa membeli harga tinggi tapi dengan kualitas yang rendah kan gitu, ya harga yang tidak seragam. Ya itu termasuk dalam kriteria melanggar hukum yang kita duga dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini," tutur Aulia.
Sebelumnya KPBB juga telah mengajukan gugatan kepada pemerintah pada tahun 2013.
"Waktu masih SBY. Waktu itu ada 5 yang tergugat, Pemerintah dalam hal ini Presiden, Mentri ESDM, Pertamina, Menteri Perekonomian, dan Menteri Keuangan," pungkas Aulia.
Aulia mengatakan, BBM yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi syarat untuk kendaraan berstandar Euro2.
"Jia tidak maka akan bertentangan dengan UU 32/2009 tentang PPLH dan PP No 41/1999, tentang PPU, Permen (Peraturan Menteri) 141/2003 tentang standar emisi kendaraan tipe baru dan yang sedang diproduksi, di mana pada regulasi tersebut ditetapkan bahwa 1 Januari 2007 seluruh kendaraan bermotor yang diproduksi dan dipasarkan di Indonesia harus berstandar Euro2," tuturnya kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin menambahkan, konsekuensi dari penerapan tersebut adalah bahan bakar yang digunakan harus memenuhi persyaratan mesin kendaraan berstandar Euro2.
"Terutama bilangan oktan, kandungan sulfur, kandungan logam, olefin, aromatic, dan benzene," ujarnya.
Pria yang disapa Puput tersebut mengatakan, sebagian sudah diatur dengan baik. Namun tidak pada parameter kandungan sulfurnya.
"Bertentangan dengan kandungan mesin Euro2. Sehingga menyesatkan dan berpotensi mis-fuelling bagi pemilik kendaraan bermotor yang kendaraannya telah berstandar Euro2. Penyesatan ini berpotensi melanggar UU No 8/1999 tentang perlindungan konsumen," katanya.
Jadi menurut Puput, Premium dengan oktan 88, Pertalite dengan oktan 90, Solar 48, Dexlite sebaiknya dihapuskan. "Dan tidak dipasarkan di wilayah RI yang telah mengadopsi standar Euro2 sejak 1 Januari 2017," tutupnya. (khi/rgr)












































Komentar Terbanyak
Mobil Rp 150 Juta Banyak Seliweran, Kata Menko Airlangga Bikin Tambah Macet
Tanggapan TransJakarta soal Emak-emak Ngamuk Nggak Dikasih Duduk
Cas Mobil Listrik Berujung Maut, 5 Orang Tewas pada Kebakaran di Jakut