AHM Apresiasi Pejuang Kehidupan dari Jawa Tengah dan Sumatera Selatan

AHM Apresiasi Pejuang Kehidupan dari Jawa Tengah dan Sumatera Selatan

- detikOto
Kamis, 22 Mei 2014 00:00 WIB
Jakarta -

Sebagai salah satu agenda wajib Ekspedisi Nusantara Roadshow, PT Astra Honda Motor (AHM) pun kembali memberikan apresiasi kepada beberapa Pejuang Kehidupan. Kali ini dari provinsi Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Tidak hanya menggelar bazaar motor sport terbesar di Indonesia, namun AHM pun memiliki misi sosial yang diwujudkan dalam pemilihan para Pejuang Kehidupan ini.

Bekerjasama dengan PT Astra International Tbk – Honda Sales Operation (Astra Motor) Semarang selaku main dealer Honda wilayah Jawa Tengah dan Astra Motor Palembang selaku main dealer Honda wilayah Sumatera Selatan, AHM memilih beberapa orang yang selama ini dianggap telah berkontribusi terhadap masyarakat tanpa pamrih. AHM dan main dealer memberikan bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan para Pejuang Kehidupan.

Marthins Hidungoran, Pejuang Kehidupan Solo

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Hanya bermodal topi dan peluit, Marthins (33) mencoba mengurai kemacetan di kawasan Solo Grand Mall yang terkenal padat kendaraan bermotor. Meski sehari-hari mencari nafkah dengan mengamen, Marthins merasa tak bisa diam saja melihat semrawutnya kemacetan Solo.

Pria asli Ambon yang sudah menetap di Solo ini pun mengajak sesama anak jalanan untuk ikut dalam aksi pedulinya ini. Hingga kini, sebanyak 45 orang telah bergabung dalam SUPELTAS alias Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas di bawah pimpinan Marthins. Para anggota SUPELTAS terdiri dari pengangguran, pengamen, tukang becak dan eks-karyawan pabrik yang terkena PHK.

Tanpa kenal lelah, mereka mengurai kemacetan dan mengatur lalu lintas. SUPELTAS dapat Anda jumpai saat melintasi perempatan atau kawasan yang terkenal macet di Solo. Gaya mereka ramah, penuh senyum, tegas dan lincah.

β€œSaya tidak pernah berharap mendapat uang setiap melihat kendaraan yang saya seberangkan berhasil lolos dari macet. Saya melakukan semua ini dengan tulus dan tanpa pamrih. Saya ingin melepas stigma masyarakat terhadap β€˜polisi cepek’. Biar masyarakat sendiri yang merasakan dan menilai hasil positif dari kehadiran SUPELTAS,” jelas Marthins.

Kini SUPELTAS sudah menjadi Mitra Satlantas Solo. Mereka mendapat pelatihan mengenai 12 teknik dasar pengaturan lalu lintas. Pelatihan tersebut meliputi cara menghentikan kendaraan dan cara mengurai kemacetan. Namun tidak seperti yang dipikir orang. Menjadi binaan Satlantas bukan berarti SUPELTAS mendapat honor atau gaji bulanan. Mereka masih sama seperti dulu, bekerja murni atas rasa peduli.

β€œPrinsip saya, menjalani hidup tidak usah banyak mengeluh. Tebar senyuman dan banyak-banyak bersyukur. Saya pribadi berharap diberikan kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik supaya bisa terus membantu masyarakat melalui SUPELTAS,” tutup ayah dua anak itu.

Welysa Dompas, Pejuang Kehidupan Semarang



Sulitnya mendapatkan pekerjaan di tengah persaingan yang semakin ketat, membuat Wely (30) harus putar otak demi menghidupi anak dan istrinya. Sejak tahun 2007, Wely mengumpulkan sampah sisa industri rumah tangga atau sisa pabrik di sekitar tempat tinggalnya untuk dijual kembali.

Namun uang yang diperoleh dari hasil penjualan ke pengepul barang, seringkali tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Kemudian niat tulusnya pun muncul. Sembari mengumpulkan sampah, Wely juga menyapu jalanan secara sukarela. Tanpa mengharap imbalan dari pemerintah atau masyarakat sekitar.

Sempat mendapat cemoohan warga sekitar karena pekerjaan yang dilakukannya dianggap rendahan, Wely tidak berkecil hati. Dia tetap bersemangat mengumpulkan sampah yang masih berguna untuk didaur ulang. β€œPekerjaan yang saya lakukan ini halal. Selain itu, lingkungan jadi terjaga kebersihannya,” ujar Wely.

Beruntung, sekarang sudah cukup banyak masyarakat yang mengapresiasi kegiatan Wely dengan memberikan sumbangan yang sama sekali tidak dia harapkan. Seringkali Wely mendapatkan sembako atau uang dari warga komplek perumahan yang dia bersihkan sampah-sampahnya.

Oentung, Pejuang Kehidupan Semarang



Banyaknya kasus pembuangan bayi mengusik hati kecil Oentung (56). Tidak tega memikirkan nasib bayi-bayi malang tersebut, Oentung pun mendirikan Panti Asuhan Wikrama Putra. Hingga kini, Oentung rela mengorbankan waktunya untuk mengasuh 76 anak yatim piatu tersebut tanpa pamrih.

β€œTidak ada ciptaan Tuhan yang disia-siakan. Semua pasti adalah rencana-Nya dan pasti akan indah pada waktunya.” Itulah jawaban Oentung ketika ditanya alasannya mengapa mau mendirikan dan mengurus panti asuhan yang berada di Jln. Wismasari Selatan No. 5, Ngaliyan – Semarang ini. Oentung pun berupaya merawat anak- anak itu hingga dewasa, bahkan hingga tiba saatnya mereka menikah nanti.

β€œSaya melakukan ini dengan tulus dan ikhlas, tanpa pamrih. Niscaya Tuhan akan selalu bersama kita. Saya berharap ke depannya anak-anak ini menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan selalu takut akan Tuhan,” pungkas Oentung.

Meidy Effendi, Pejuang Kehidupan Palembang



Di usianya yang sudah menginjak 68 tahun, Meidy masih semangat bekerja mengatur lalu lintas di simpang / perempatan PUSRI. Secara sukarela, Meidy membantu polantas mengatur lalu lintas dan menyeberangkan orang. Dedikasi tersebut mendapat apresiasi dari pemerintah setempat. Sejak 2011, Meidy mendapat bantuan rompi dan seragam untuk digunakan selama mengatur lalu lintas. Bantuan diserahkan langsung oleh Walikota Palembang saat itu, Eddy Santana Putra dan Polsek Kalidoni, Palembang.

Meidy bekerja setiap hari tanpa kenal lelah, terutama pada saat kepadatan lalu lintas yang tinggi yakni pukul 7-9 pagi dan pukul 4-6 sore. β€œUmur bukanlah suatu kendala untuk berbuat baik bagi orang lain. Meski orang kadang mencemooh, tapi pada akhirnya orang akan menilai dari apa yang kita buat,” kata Meidy.

(adv/adv)

Hide Ads