Museum Suzuki berada tepat di seberang kantor pusat Suzuki Motor Corporation (SMC). Foto: Suzuki
Selain menjadi tempat menyimpan kisah panjang perjalanan perusahaan sejak berdiri pada tahun 1909, museum tiga lantai ini juga menjadi manifestasi visual dari Monozukuri, filosofi manufaktur Jepang yang menekankan kualitas, presisi, serta dedikasi mendalam dalam proses penciptaan. Setiap area pameran bukan hanya menampilkan sejarah, tapi juga memperlihatkan blueprint filosofi yang kini menuntun strategi global Suzuki di era elektrifikasi dan mobilitas berkelanjutan. Foto: Rangga Rahadiansyah/detikOto
Di museum ini dijelaskan, perusahaan bermula ketika sang pendiri, Michio Suzuki, mendirikan pabrik mesin tenun yang terbuat dari kayu dengan sistem pedal. Nama pabriknya saat itu adalah Suzuki Loom Works. Michio sendiri saat itu masih berusia 22 tahun. Awalnya, Michio Suzuki membuat mesin tenun untuk ibunya. Orang tua Michio saat itu memang bekerja sebagai petani kapas. Ibunya sangat senang ketika mencoba pertama kali mesin tenun buatan Michio karena sangat memudahkan proses menenun. Sejak saat itu Michio terus berinovasi dan fokusnya hanya membuat mesin tenun yang mempermudah penggunanya. Kebetulan saat itu Jepang menjadi negara pengekspor kain terbesar di dunia. Hal itulah yang membuat mesin tenun Suzuki laris di Jepang. Foto: Rangga Rahadiansyah/detikOto
Dalam perkembangannya, Suzuki menciptakan sepeda bermesin. Suzuki kemudian bertransformasi menjadi pembuat kendaraan roda dua, roda empat sekaligus mesin tempel kapal yang dikenal di seluruh dunia. Foto: Rangga Rahadiansyah/detikOto